Iran desak Korsel agar membuka blokir dana puluhan triliun

Dubai- Iran pada Jumat (12/6) mendesak Korea Selatan agar membuka blokir dana miliaran dolar yang dibekukan karena sanksi Amerika Serikat.

“Larangan Korea Selatan terhadap penggunaan Iran atas sumber daya bank sentralnya untuk membeli kebutuhan pokok, medis dan barang-barang kemanusiaan tidak dapat diterima, dan kami berharap pemerintah Korea Selatan mencabut larangan ini secepat mungkin,” kata Presiden Hassan Rouhani, dalam pidato yang disiarkan oleh Kantor Berita IRNA.

Presiden memerintahkan kepala bank sentral Iran agar menindaklanjuti masalah tersebut melalui jalur hukum dan forum internasional, kata IRNA.

Rouhani tidak menyebutkan nominal dana yang dibekukan, tetapi Kantor Berita Borna yang mengutip ketua Kamar Dagang Iran-Korea Selatan, Hossein Tanhayi, mengungkapkan antara 6,5 – 9 miliar dolar AS (sekitar Rp92,39 triliun – 127 triliun) milik Iran diblokir di bank-bank Korsel.

“Iran berencana menempuh jalur hukum melawan ini …, namun ini bukan jalan yang mudah dan membutuhkan waktu,” kata Tanhayi.

Impor minyak Iran ke Korsel sudah mencapai nol sejak Mei 2019, ketika AS mencabut keringanan yang memungkinkan sejumlah negara terus membeli minyak Iran tanpa melanggar sanksi AS.

AS kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran pada 2018 setelah Presiden Donald Trump hengkang dari perjanjian, yang menghapus sanksi AS dengan imbalan pengekangan program nulkir Iran. Teheran menyebut sanksi AS sebagai perang ekonomi.

Kementerian Luar Negeri Iran pada Mei mengatakan bahwa langkah awal telah diambil untuk membentuk saluran, yang memungkinkan Iran menggunakan dana di Korsel untuk membeli barang-barang kemanusiaan. Beberapa pekan kemudian, Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan Seoul mengirim obat-obatan senilai 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,1 miliar) kepada Iran.

Pada Maret, Prancis, Jerman dan Inggris mengekspor barang-barang medis ke Iran dalam transaksi awal yang dilakukan di bawah mekanisme perdagangan, yang dibentuk untuk mempertukarkan barang-barang kemanusiaan dan makanan tanpa melanggar sanksi keuangan AS.(AN)

Bagikan Melalui