Meniti Tangga Psikologis

Jakarta, 28/7 – Telah lima bulan sejak diumumkan pada 2 Maret 2020, Indonesia dalam cengkeraman virus corona dan entah kapan wabah ini berakhir.

Tak satupun pihak bisa memastikan perkembangan ke depan. Yang bisa dilakukan adalah melakukan perkiraan-perkiraan dan beragam analisis berdasarkan data berikut angka, rumus, grafik dan kurva statistik.

Namanya saja perkiraan dan analisis, tentu bisa benar tetapi bisa juga salah. Semua itu mengiringi perkembangan penyebaran virus yang bermula dari Wuhan (China) itu.

Beberapa pihak pernah memperkirakan wabah ini akan berakhir di Indonesia pada akhir Mei.
Ada juga yang memprediksi awal Juni, pertengahan dan juga akhir Juni.

Prediksi lain menyebut awal atau pertengahan Juli. Juga ada institusi, termasuk perguruan tinggi di negeri tetangga yang dengan sangat meyakinkan memperkirakan akhir Juli 2020 virus corona kelar di Indonesia.

Ternyata beragam perkiraan dan analisis itu meleset. Faktanya, angka total justru menunjukkan tren naik, walaupun angka harian fluktuatif; kadang turun sering naiknya.

Meski meleset, perkiraan dan analisis itu cukup menguatkan optimisme baik dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Setidaknya untuk merancang strategi pemulihan aktivitas, pekerjaan atau bisnis setelah waktu sesuai perkiraan itu tiba.

Ketika waktu sesuai perkiraan itu tiba dan ternyata meleset maka yang sering muncul adalah perkiraan baru. Memang sulit memprediksi penularan virus ini, bahkan di negara lain yang sudah terkendali pun masih sering ditemukan kasus baru.

Melejit Lagi
Itu juga terjadi DKI Jakarta. Dalam dua bulan lalu terjadi tren penurunan angka harian kasus baru, namun dalam beberapa pekan terakhir di Juli 2020 justru melejit lagi.

Semula ada keyakinan yang kuat dari jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa penularan virus ini sudah bisa dikendalikan dan virus pindah ke daerah lain. Namun gelombang virus itu datang lagi Jakarta.

Pertambahan kasus positif COVID-19 di Jakarta kembali tertinggi dengan 473 orang pada Senin (27/7). Dengan tambahan itu jumlah kasus menjadi 19.474, naik signifikan dari hari sebelumnya, Ahad (26/7) sebanyak 19.001.

Berdasarkan data harian, sebanyak 473 kasus tersebut, lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan dalam rekor sebelumnya pada Selasa (21/7) sebanyak 441 kasus. Juga lebih tinggi dibanding rekor tertinggi pertama pada 12 Juli sebanyak 404 kasus.

Penambahan tersebut lebih besar dibanding penambahan pada Ahad (26/7) sebanyak 378 kasus, Sabtu (25/7) 393 kasus, Jumat (24/7) sebanyak 279, Kamis (23/7) sebanyak 416 kasus, Rabu (22/7) 382 kasus dan Senin (20/7) 361 kasus.

Terjadinya tren peningkatan kasus baru dan melesetnya berbagai perkiraan menyebabkan akhir pandemi ini sulit diprediksi. Itu karena analisis dan hitungan berdasarkan teori yang dilengkapi angka-angka, rumus, kurva dan grafik untuk memperkirakan akhir wabah ini sudah keluar semua.

Itu menyebabkan ketidakpastian bagaimana ke depan. Publik pun semakin ambyar perasaannya.

Psikologis
Pertambahan angka kasus virus corona tipe baru (COVID-19) di setiap daerah berpengaruh langsung terhadap angka nasional. Jakarta dan Surabaya adalah “penyumbang” terbesar pertambahan angka kasus virus ini.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyatakan kasus positif COVID-19 di Indonesia per 27 Juli 2020 telah melewati angka psikologis, yaitu 100 ribu kasus atau tepatnya 100.303 kasus.

“Pada hari ini kasus mencapai 100.303. Hari ini Bangsa Indonesia mencapai angka yang secara psikologis cukup berarti, yaitu 100 ribu dan mengingatkan semua pihak Indonesia masih dalam kondisi krisis,” kata Wiku di Kantor Presiden Jakarta, Senin (27/7).

Terdapat penambahan kasus sebanyak 1.525 kasus per 27 Juli 2020. Sedangkan tercatat telah ada 58.173 orang pasien sembuh dan yang masih dalam perawatan ada 37.292 orang serta meninggal dunia 4.838 orang.

“Untuk itu perlu tetap waspada. Masalah ini tetap berada di Indonesia dan seluruh belahan dunia,” kata Wiku.

Menurut Wiku, bila kasus positif COVID-19 dibandingkan per 1 juta penduduk, maka Indonesia berada di posisi ke-142 dari 215 negara di dunia. Sedangkan bila dibandingkan dengan negara-negara Asia, Indonesia berada di posisi ke-28 dari dari 49 negara di Asia.

Kondisi ini tidak serta merta mengatakan Indonesia aman tapi masih dalam krisis. “Dan kita tidak boleh lengah dalam menghadapi kondisi COVID-19 ini,” tegas Wiku.

Berdasarkan data, angka pertambahan positif dan sembuh hampir sama banyaknya. Yaitu bertambah kasus positif 1.525 dan pasien yang sembuh sebanyak 1.518 orang.

Selanjutnya data Satgas Penanganan COVID-19 menunjukkan kasus meninggal per 27 Juli 2020 terus menurun, yaitu sebanyak 57 kasus menjadi total 4.838 orang.

Hingga Senin (27/7) kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia. Daerah terbanyak positif, yaitu Jawa Timur (20.539), DKI Jakarta (19.125), Sulawesi Selatan (8.881) dan Jawa Tengah (8.412).

Selanjutnya Jawa Barat (6.039), Kalimantan Selatan (5.656), Sumatera Utara (3.390), Sumatera Selatan (3.251), Bali (3.157), Papua (2.889), Sulawesi Utara (2.263), Nusa Tenggara Barat (1.903), Banten (1.738) dan Kalimantan Tengah (1.632).

Zona Merah
Peningkatan angka kasus baru menyebabkan jumlah zona merah COVID-19 kembali bertambah dari 35 wilayah menjadi 53 wilayah per 27 Juli 2020. Sedangkan kabupaten/kota zona oranye dari 169 menjadi 185.

Sebelumnya jumlah zona merah di Indonesia sudah pernah mencapai 53 wilayah, tepatnya berdasarkan laporan 28 Juni 2020. Setelah sempat turun di angka 35 wilayah, kini kembali menyentuh angka yang sama.

Dari total 53 zona merah itu, ada 14 kabupaten/kota yang masuk zona merah tanpa perubahan tiga pekan berturut-turut. Yakni Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Semarang, Gresik, Surabaya, Banjar, Banjarbaru, Banjarmasin, Tabalong, Tanah Laut, Mataram, Jayapura, Deli Serdang dan Medan.

Satuan tugas pun meminta masyarakat bersama pemda agar lebih disiplin mematuhi protokol kesehatan sehingga kondisi segera membaik.

Apalagi di samping peningkatan jumlah kasus baru yang belum bisa direm, sebenarnya ada tanda-tanda keberhasilan, yakni menurunnya kasus meninggal. Selain itu angka pasien sembuh juga terus meningkat.

Meski ada penambahan kasus sebanyak 1.525 kasus sehingga total korban mencapai 100.303 tetapi telah 58.173 pasien sembuh. Sedangkan yang masih dalam perawatan 37.292 orang serta meninggal dunia 4.838 orang.

Data itu menunjukkan bahwa meski belum ada vaksin, upaya keras mengatasi wabah ini telah mampu menyembuhkan sebagian besar korban.

Targetnya adalah menekan kasus meninggal serendah-rendahnya dan meningkatkan kesembuhan setinggi-tingginya. Selain itu mengendalikan kasus positif baru secepat-cepatnya.

(ANT/ZA)

Bagikan Melalui