Indonesia Minta Myanmar Berhenti Gunakan Kekerasan Untuk Hadapi Demonstran

Police charge forward to disperse protesters in Mandalay, Myanmar on Saturday, Feb. 20, 2021. Security forces in Myanmar ratcheted up their pressure against anti-coup protesters Saturday, using water cannons, tear gas, slingshots and rubber bullets against demonstrators and striking dock workers in Mandalay, the nation's second-largest city. (AP Photos)

Lintas7News.com – Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengeluarkan pernyataan sikap resmi menanggapi situasi keamanan dalam aksi unjuk rasa antikudeta di Myanmar pada Minggu (28/2).

Dilansir dari CNNIndonesia.com Indonesia menyerukan agar aparat tidak menggunakan kekerasan sehingga tak menimbulkan korban lebih banyak lagi.

“Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh. Serta mencegah situasi tidak semakin buruk,” tulis Kemenlu dalam pernyataan resminya, Minggu (28/2) sore.

Kemenlu mengatakan Indonesia sangat prihatin atas meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan korban jiwa.

“Ucapan duka cita dan bela sungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarganya,” lanjutnya.

Setidaknya ada enam demonstran yang tewas saat aparat keamanan membubarkan aksi unjuk rasa tersebut.

Polisi dan tentara menembakkan peluru karet, gas air mata, dan meriam air demi membubarkan pengunjuk rasa yang kembali membanjiri jalanan. Tercatat juga 20 orang lainnya terluka saat pasukan keamanan bergerak di kawasan pantai selatan Dawei.

Pyae Zaw Hein, petugas penyelamat, menyatakan demonstran yang tewas ‘ditembak dengan peluru tajam’. Sementara lainnya terluka akibat peluru karet.

“Mungkin ada lebih banyak korban juga karena lebih banyak orang yang terluka terus berdatangan,” kata Pyae.

Menurut Assistance Association Political Prisoners (AAPP) lebih dari 850 orang ditangkap atau dijatuhi hukuman. Namun tindakan keras di akhir pekan ini mampu meningkatkan jumlah korban penangkapan secara drastis.

Tetapi surat kabar negara hanya melaporkan 479 penangkapan demonstran pada Sabtu (27/2).

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang ditahan selama penggerebekan dini hari di ibu kota Paypyidaw saat kudeta diluncurkan bakal menghadapi persidangan pada Senin (1/3) dengan tuduhan tidak jelas atas kepemilikan walkie-talkie yang tidak terdaftar juga pelanggaran aturan pembatasan pada pertemuan publik selama pandemi.

(CNNIndonesia/ZA)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.