Telaah Pemuda Progresif Revolusioner di Era Teknokultur

Oleh: Harimurti Wicaksono (Bawaslu Republik Indonesia), Rivaldo Noval Putra Santosa (Bawaslu Provinsi Maluku Utara)

Lintas7News.com — Pertemuan antara pemuda dengan teknologi yang sudah terhabituasi dalam kehidupan masyarakat membawa babak baru bagi perubahan bangsa. Hal ini berpotensi pada penciptaan nilai budaya dan pola perilaku baru di masa depan. Dampaknya pemuda dan teknologi yang telah melebur membentuk sebuah karakteristik yang terlempar jauh dari harapan bangsa seperti soliter, inkonsistensi, konsumsif, dan kebebasan.

Perubahan demi perubahan yang terjadi di masyarakat global maupun Indonesia bisa dipastikan melibatkan pemuda sebagai pelaku yang memiliki sisi historis dan konteksnya masing-masing.

Kuatnya idealisme karakter revolusioner (dinamis, militan, dan vitalis) pemuda pada masa kolonial menggambarkan secara sederhana, mampu beradaptasi dengan cepat terhadap segala perubahan. Namun sebaliknya pasca reformasi, pemuda lebih dimaknai sebagai agen penikmat perubahan. Dimana pemuda mulai terinternalisasi dan terhabituasi terhadap perkembangan teknologi yang begitu cepat. Dinamika pemuda Indonesia memperlihatkan memasuki pada struktur eksternalitas dan eksklusifitas yang lebih masif.

Perkembangan teknologi memiliki tantangan besar bagi pemuda terutama pada dampak negative terhadap pola pikir mereka. Hasil penelitian dari The Center For Internet and Society Bangalore India, mengungkapkan pemuda yang lahir setelah tahun 1990 telah mengalami penurunan karakter idealismenya. Padahal yang diharapkan oleh founding father Indonesia, karakteristik idealisme dan revolusioner harus tetap melekat pada diri seorang pemuda. Hal tersebut kemudian menempatkan pemuda dalam posisi yang ambiguitas, di satu sisi idealnya mereka adalah pemeran utama pembentuk perubahan, namun di sisi yang lainnya secara faktual mereka adalah penikmat utama dari perubahan.

Urgensi Pemikiran Progresif Revolusioner di Era Teknokultur

Mengutip pada pidato Kenegaraan Soekarno (17/8/1946), revolusioner dimaknai sebagai perubahan cepat dan mendasar yang dicapai melalui satu kesatuan proses, gerak, dan tujuan yang sama.

Menelisik situasi dan kondisi Indonesia di era teknokultur, memang aktifitas revolusi hakikatnya masih terus berjalan dan bertumbuh, artinya terjadi pemekaran konsepsi-konsepsi yang sesuai dengan tuntutan zaman, tuntutan amanat penderitaan rakyat, dan tuntutan The Universal Revolution of Man.

Pantang untuk menjadikan pengalaman pahit dan getir sebagai pemutus perjuangan bangsa, justru seharusnya menjadi cambuk atau bahan bakar dalam menyalakan api semangat perjuangan revolusioner yang progresif.

Relevansi Pemikiran Progresif Revolusioner dengan Kondisi Kepemudaan Indonesia Saat Ini

Pertemuan antara pemuda dengan kondisi teknologi yang sudah terhabituasi dalam kehidupan masyarakat merupakan babak baru bagi perubahan bangsa. Hal ini berpotensi pada penciptaan nilai dan pola perilaku baru di masa depan. Dampaknya pemuda dan teknologi telah melebur membentuk sebuah karakteristik kekinian seperti soliter, statis, konsumtif, dan kebebasan.

Tidak sampai disitu saja, bahkan Ia menekankan terdapat tiga syarat mutlak yang harus dimiliki oleh pemuda Indonesia demi tercapainya revolusioner yang progresif yaitu romantik, dinamik, dan dialektik.

Sungguh memprihatinkan ketika Soekarno pada kala itu menggembar gemborkan konsepsi progresif revolusioner yang dititipkan kepada pemuda, tetapi faktanya di era teknokultur pemuda Indonesia malah kehilangan jati dirinya.

(oas)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.