Millenial Ikut Lestarikan Manten Kucing, Begini Ceritanya
TULUNGAGUNG-Warga Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, kembali menggelar ritual manten kucing. Rangkaian acara untuk melestarikan kebudayaan lokal, kegiatan tersebut sampai hari ini mendapat sambutan hangat dari ribuan pengunjung.
Selain mengirap kucing dari balai desa kemudian memandikannya, disimbolkan sebagai ajang menikahkan kedua kucing. Pejantan dan betina, kucing berkulit berwarna Candramawa, dalam agenda manten kucing kali ini. Pagelaran pentas seni disertai sambutan sesepuh desa juga menjadi rangkaian kegiatan di Coban Kromo.
Dalam sambutannya, Camat Campurdarat, Soedarmono, berharap agenda manten kucing kali ini menjadi ajang silaturahmi. Tentunya dibarengi dengan pengharapan agar ladang-ladang warga lekas subur setelah gelar tersebut. “Mudah-mudahan setelah agenda kali ini tidak ada kemarau” tuturnya.
Manten kucing ternyata juga menarik perhatian millennial. Larut dalam hiruk-pikuk keramaian acara, salah seorang pengujung Iwan dari Bandung, Jawa Barat terkesima saat ditanya mengenai kegiatan tersebut. “Menarik mas, acara semacam ini gak ada di tempat lain” ujarnya.
Ditanyai pendapat tentang dampak agenda tersebut bagi kaum millenial, Iwan berharap kedepan harus lebih banyak lagi pemuda yang dilibatkan. “Harus sering ada agenda seperti ini di Tulungagung. Selain dapat mewariskan budaya pada mereka, keterlibatan kaum muda pasti akan menguatkan perkembangan tradisi yang ada” tutup pria berusia 31 tahun tersebut. Berdasarkan sejarah yang berkembang dari cerita masyarakat. manten kucing merupakan ritual yang telah ada sejak zaman kolonial, Belanda, menjajah Indonesia. Ritual ini muncul dari kebiasaan seorang pemuka desa bernama Eyang Sankrah. Kebiasaanya memandikan kucing yang kemudian disertai turun hujan setelahnya membuat warga menggelar agenda memandikan kucing. (bar/yog)