Hari Ini Kepala Bappeda Diperiksa KPK usai Bupati dan Sekwan
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung Suharto dalam penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018.
Suharto dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua DPRD Tulungagung Supriyono (SPR).
“Penyidik hari ini memanggil Kepala Bappeda Tulungagung Suharto sebagai saksi untuk tersangka SPR terkait tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, pada hari Selasa (11/2) KPK juga telah memeriksa Bupati Tulungagung Maryoto Birowo sebagai saksi untuk tersangka Supriyono. KPK mengonfirmasi Maryoto soal adanya dugaan aliran uang, salah satunya terkait dengan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung.
Kemudian pada Rabu (12/2), giliran Sekretaris DPRD (Sekwan) Tulungagung Budi Fatahillah Mansyur yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini terkait penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung pada tahun anggaran 2018.
KPK pada 13 Mei 2019 telah mengumumkan Supriyono sebagai tersangka terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Dalam konstruksi perkara kasus tersebut, Supriyono diduga menerima Rp4,88 miliar terkait proses pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang “fee” para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap bahwa Supriyono menerima Rp 3,75 miliar dengan rincian penerimaan “fee” proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 20142017 sebesar Rp 500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp 2 miliar.
Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp 750 juta sejak 2014-2018.
Kemudian, “fee” proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp 1 miliar. (ANT/YOG)