Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menawarkan layanan museum digital seiring dengan penutupan sejumlah museum karena merebaknya pandemi COVID-19 di tanah air.
“Penutupan dan pembatasan kunjungan ke museum ini kami lakukan untuk menjamin keamanan dan keselamatan para pengunjung museum, serta menghindari kondisi yang tidak diinginkan akibat COVID- 19,” ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Meski demikian, masyarakat bisa mengunjungi museum secara virtual. Hal itu dikarenakan sejak 27 Oktober 2016 yang lalu, Google resmi memasukkan beberapa museum dan situs di Indonesia ke dalam Platform Google Arts & Culture.
Platform itu dioperasikan melalui satu teknologi baru yang dinamakan Art Camera and Google Cardboard.
“Kami berharap penutupan museum diharapkan tidak berpengaruh kepada masyarakat karena sudah dapat dengan mudah mengakses informasi budaya Indonesia.
Masyarakat juga dapat memanfaatkan virtual reality melalui ponsel dengan aplikasi Google Art & Culture yang tersedia di Android dan iOs.
“Beberapa informasi budaya Indonesia lainnya yang dapat dinikmati melalui aplikasi tersebut di antaranya menjelajahi Museum Situs Manusia Purba Sangiran dan Museum Nasional. Sampai berwisata di Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Ratu Boko dengan Virtual Tour 360 derajat,” tutur Hilmar Farid.
Selain museum-museum yang berada dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, masyarakat juga dapat melihat beberapa situs lainnya yakni Museum Tekstil Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta, Galeri Batik YBI, Monumen Nasional (MONAS) di Jakarta, Yayasan Biennale Yogyakarta, dan Agung Rai Museum of Art (ARMA) di Bali.
Google Art and Culture mencakup beberapa alat dan sumber daya pendidikan untuk guru dan siswa. Ada video pendidikan, yang tersedia melalui saluran YouTube dan disematkan di halaman web Google Arts & Culture. Selanjutnya, dua halaman yang disebut “Lihat Seperti Pakar” dan “DIY” menyediakan beberapa kegiatan untuk pengguna situs, mirip dengan yang sering ditemukan di galeri seni.
Misalnya, satu kuis meminta pengunjung situs untuk mencocokkan lukisan dengan gaya tertentu; yang lain meminta pengunjung untuk menemukan simbol dalam lukisan tertentu yang mewakili kisah yang disediakan. Akhirnya, halaman “Apa Selanjutnya?” memberi pengunjung situs daftar sumber daya dan tautan ke berbagai jadwal sejarah seni, peralatan seni, dan sumber daya pengajaran komparatif.
Selain itu, Dirjenbud juga menjelaskan bahwa masyarakat juga dapat mengunjungi laman milik museum-museum yang statusnya saat ini sedang ditutup untuk sementara. Sedangkan untuk hal-hal yang terbarukan masyarakat dapat mengikuti media sosial resmi Ditjen Kebudayaan dengan akun @budayasaya yang mencakup Instagram, Twitter, dan Youtube.
“Berbagai layanan digital di bidang kebudayaan ini menjadikan belajar di rumah selama masa penutupan sementara sekolah kita harapkan menjadi tidak terlalu membosankan,” terang Hilmar. (ANT/YOG)