Jakarta- Pengamat hukum Slamet Pribadi mengingatkan besarnya potensi penyimpangan anggaran penanganan COVID-19 yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
“Penggelontoran anggaran yang sangat besar, bila tanpa diawasi dan didampingi, berpotensi terjadinya penyimpangan, baik penyimpangan dikarenakan persoalan admnistrasi, maupun adanya kesengajaan,” kata Slamet Pribadi melalui siaran pers, di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa Pemerintah telah menambah anggaran belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan virus Corona atau COVID-19 yaitu sebesar Rp405,1 triliun.
Kebijakan Pemerintah tersebut merupakan hal yang baik namun perlu didukung oleh semua pihak dalam mengawal penyalurannya.
“Niat baik Pemerintah ini harus diberikan pengawalan khusus dari berbagai pihak, khususnya para aparatur yang bertugas menjadi auditor negara, yang ada di institusi pengawasan masing-masing instasi negara yang bekerja merealisasikan proyek yang ada hubungannya penanganan penyebaran COVID-19, BPK, BPKP, Kejaksaan dan Polri,” kata mantan Kabag Humas Badan Narkotika Nasional ini.
Slamet menekankan pentingnya melakukan tata kelola keuangan dengan baik untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
“Agar keuangan negara yang dikelola semasa pandemi COVID-19 itu nantinya tetap pada jalur tata kelola keuangan yang baik, terbebas dari kelemahan, tanpa korupsi,” tuturnya.
Hal tersebut penting karena dia mengkhawatirkan akan adanya pihak-pihak yang nanti harus berurusan dengan hukum akibat melakukan suatu kesalahan dalam mengelola anggaran.
“Negara ini tidak boleh menjadikan aparaturnya yang telah bekerja keras untuk kemanusiaan, tidak mengenal siang dan malam, berpeluh senantiasa di setiap saat karena menghadap masyarakat yang harus dilayani, namun di kemudian hari dia masuk penjara, karena berbagai kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja, baik oleh dirinya sendiri atau bersama orang lain,” ujarnya.
Purnawirawan Polri ini meminta semua institusi yang melaksanakan tugas pengawasan agar proaktif melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap realisasi anggaran tersebut.
“Unsur pengawasan yang berhubungan dengan keuangan negara, sepertinya masih belum jemput bola, atau pasif, atau belum muncul ini tidak boleh terjadi, sementara keuangan negara sudah terealisasi kemana-mana, harus segera mengambil langkah-langkah strategis pengawasan, pendampingan dan lain-lain,” paparnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini berharap bahwa setelah pandemi COVID-19 ini berakhir, para aparatur negara tidak sampai tersandung oleh berbagai kasus hukum.
“Jangan sampai kedepan, begitu soal COVID-19 sudah selesai, panggung sosial berubah, semua orang menyoroti banyaknya aparatur negara terjerat hukum,” katanya.(ANT/AN)