Berbincang Dengan Presiden Jokowi Saat Pandemi

Politik333 Dilihat
banner 468x60

Jakarta, 15/7 – Pandemi COVID-19 memang menciptakan beragam penyesuaian dalam pola interaksi dan aktivitas sehari-hari, termasuk juga dalam proses peliputan di Istana Kepresidenan.

Sebelum ada pandemi COVID-19, peliputan dilakukan dengan cara-cara “normal” yaitu mengikuti konferensi pers maupun “doorstop” dengan Presiden Joko Widodo dan para menteri kabinet Indonesia Maju atau kepala lembaga, meliput pelantikan para pejabat negara, mengikuti upacara-upacara kenegaraan hingga berbincang di meja oval Presiden Jokowi tempat biasa menerima para tamunya.

banner 336x280

Namun dengan kehadiran COVID-19 hal-hal tersebut dihentikan sejak pertengahan Maret 2020 mengingat penularan virus corona jenis baru itu melalui “droplet” sehingga akan berbahaya bagi narasumber maupun wartawan untuk berinteraksi dari jarak dekat.

Peliputan acara-acara kepresidenan pun mengambil bentuk baru. Bahkan pada awal pandemi tidak ada peliputan di istana sama sekali atau hanya dilakukan sesekali menggunakan “streaming” dari Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan.

Perlahan dengan adaptasi kebiasaan baru dan penerapan protokol kesehatan yaitu pemakaian masker, jaga jarak dan mencuci tangan maka wartawan pun mulai dapat kembali “mendekati” narasumber di istana.

Salah satunya pada acara dialog dengan Presiden Jokowi. Memang dalam periode ke-2 masa pemerintahannya, Presiden Jokowi setidaknya sudah 5 kali berdialog dengan wartawan mengenai isu apa saja.

Dalam pertemuan itu, wartawan yang biasa bertugas di istana kepresidenan dapat bertanya mengenai hal-hal yang sedang menjadi perhatian publik dan Presiden pun akan menjawabnya. Terlepas jawaban itu dapat diberitakan atau tidak bisa disepakati kemudian.

Tercatat pertemuan pertama berlangsung pada 24 Oktober 2019, berselang 4 hari setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024, Presiden Jokowi mengundang wartawan yang bertugas di istana untuk berdialog seputar Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik pada 23 Oktober 2019.

Saat itu ada sekitar 40 wartawan cetak maupun elektronik yang ikut dalam pertemuan serta “berebut” untuk bertanya soal kabinet. Dengan duduk berdempetan di meja oval mengelilingi Presiden Jokowi yang biasanya ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Pertemuan kedua adalah pada 1 November 2019. Pada kesempatan itu wartawan bertanya soal keanggotaan Dewan Pengawas KPK, kenaikan harga gas industri, kondisi PSSI, pelarangan cadar bagi PNS dan pegawai BUMN, kelanjutan kasus Novel Baswedan hingga persiapan menuju KTT ASEAN di Thailand. Pertanyaan-pertanyaan itu pun dijawab dengan lugas.

Pertemuan ketiga adalah pada 2 Desember 2019. Kembali soal Dewan Pengawas KPK ditanyakan, pemanfaatan “artificial intelligence” untuk tugas birokrasi, tanggapan soal isu penambahan masa jabatan presiden hingga pemilihan Staf Khusus Presiden yang berusia muda.

Pertemuan keempat bahkan dilakukan secara istimewa di Borneo C Ballroom, Hotel Novotel, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur pada 18 Desember 2019. Hal tersebut dilakukan setelah Presiden Jokowi membawa wartawan istana kepresidenan melihat calon ibu kota negara baru di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Tentu pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah konsep ibu kota baru, upaya Pemerintah untuk mengatasi banjir dan macet di Jakarta, solusi untuk mengatasi masalah di Asuransi Jiwasraya, komposisi kandidat Dewan Pengawas KPK serta jaminan konstitusi untuk menjalankan agama bagi setiap penduduk.

Selain wartawan istana kepresidenan, hadir juga wartawan daerah yang biasa bertugas di Balikpapan. Presiden saat itu didampingi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor.

Pertemuan kelima atau yang terakhir sebelum pandemi terjadi pada 17 Januari 2020 kembali berlokasi di Istana Merdeka.

Presiden Jokowi menjawab sejumlah pertanyaan terkait skema pinjaman dan pembangunan ibu kota, penyelesaian banjir Jakarta, pemberian waktu untuk menyelesaikan masalah Asuransi Jiwasraya, serta hak memilih dan dipilih dalam pilkada bagi semua warga.

Seluruh pertemuan itu diselingi makan prasmanan yang disediakan istana seperti soto, sate, bakso, mie goreng, bakwan malang dan penganan lainnya.

Bertemu saat pandemi

Namun kebiasaan duduk berdempetan mengelilingi Presiden di meja oval dan makan prasmanan harus dihilangkan sama sekali saat pandemi, demi mencegah penyebaran COVID-19.

Lantas bagaimana pertemuan saat pandemi berlangsung?

Pertemuan 13 Juli 2020 tersebut berlangsung dengan mematuhi protokol kesehatan dan dilakukan secara “terbatas”. Disebut terbatas karena wartawan yang dapat mengikuti pertemuan tersebut dibatasi menjadi sekitar 15 orang saja berdasarkan daftar media yang ditetapkan sebelumnya.

Sebelum dapat memasuki Istana Merdeka, para wartawan pun menjalani “rapid test” seperti juga prosedur para tamu negara lainnya. Bagi mereka yang dinyatakan non-reaktif diizinkan untuk memasuki kawasan Istana Merdeka.

Para wartawan yang sudah mengenakan masker juga diberikan “face shield” untuk dapat lebih terlindungi dan tidak menyebarkan “droplet” saat bertugas. Saat masuk ke “security door” menuju Istana, wartawan juga masuk melewati bilik disinfektan.

Agenda Presiden pada hari itu memang bukan hanya bertemu dengan wartawan. Pada pagi harinya Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas “Penanganan Dampak Pandemi Covid-19” yang dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju secara tatap muka serta sore harinya memberikan langsung bantuan modal kerja (BMK) kepada 60 orang pengusaha mikro dan kecil di lapangan tengah Istana Merdeka.

Sekitar pukul 17.00 WIB saat dibolehkan masuk ke Istana Merdeka, kursi-kursi di meja oval sudah disusun berjarak sekitar 1 meter, ada juga “hand sanitizer” serta “microfon” yang dilengkapi bungkus untuk kepala “microfon” di meja oval.

Presiden Jokowi muncul dengan tetap memakai masker abu-abu dan memulai percakapan.

“Saya mengundang saudara-saudara ke sini seperti saya mengundang para menteri untuk menyesuaikan frekuensi,” kata Presiden Jokowi membuka pertemuan.

Memang Presiden pada rapat paripurna 18 Juni 2020 lalu pun dengan keras mendesak para menterinya untuk bekerja tidak biasa-biasa saja dalam kondisi pandemi.

Presiden lalu menyampaikan sejumlah hal yang diminta tidak dapat diberitakan namun tetap memberi kesempatan kepada wartawan untuk bertanya.

Pertanyaan yang terlontar memang harus disampaikan dengan lebih keras karena terhalang masker dan “face shield”, Presiden pun sempat sebentar menurunkan masker untuk menyampaikan penjelasan lalu menyeruput teh jahe yang telah tersaji.

“Ayo diminum tehnya, dari tadi kok serius sekali,” kata Presiden sambil mempersilakan wartawan untuk meminum teh.

Sejumlah topik yang diperbincangkan antara lain soal sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan COVID-19, kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju, rencana perampingan lembaga negara, kondisi perekonomian Indonesia, tugas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di “food estate” Kalimantan Tengah, hingga perkembangan vaksin COVID-19 buatan Indonesia.

Hingga sekitar 40 menit pertemuan berlangsung, Presiden Jokowi lalu menyudahi bincang-bincang tersebut. Tanpa bersalaman dan dengan hanya mengatupkan tangan di dada Presiden Jokowi dan Mensesneg Pratikno yang juga hadir dalam pertemuan itu pamit. Pun tidak ada penganan yang biasa menemani.

Namun setidaknya informasi yang dibutuhkan sudah mulai mengalir lagi bagi wartawan karena seperti yang disampaikan oleh Bill Kovach dalam The Element of Journalism (2001), manusia punya satu kebutuhan utama untuk mengetahui apa yang terjadi di luar pengalaman langsung yang mereka alami sehingga saat bertemu orang lain, hal pertama yang dilakukan adalah berbagi informasi.

Informasi sudah dibagikan, persoalannya tinggal bagaimana pengemasannya dan respon setelah menerima informasi tersebut.

(ANT/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui