Jakarta, 16/7 – Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan anak berhak mendapatkan status kesehatan tertinggi, antara lain dengan pemenuhan gizi yang cukup.
“Pemenuhan gizi ada di klaster III Konvensi Hak Anak, yaitu kesehatan dasar dan kesejahteraan,” kata Lenny dalam seminar daring yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diikuti melalui akun Youtube Forum Anak Nasional di Jakarta, Kamis.
Lenny mengatakan Indonesia masih mengalami permasalahan dalam pemenuhan gizi anak. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, 17,7 persen balita mengalami gizi kurang, sementara 30,8 persen mengalami stunting atau kerdil dan 10,2 persen kurus.
Survei Status Gizi Balita 2019 menunjukkan data yang lebih baik, yaitu 16,29 persen balita mengalami gizi kurang, sementara 27,67 persen stunting dan 7,44 persen kurus.
“Menurut kedua data itu, kita melihat dalam setahun terjadi penurunan. Namun, untuk stunting, Presiden menargetkan turun setengahnya menjadi 14 persen pada 2024,” tuturnya.
Konsumsi kalori anak-anak di Indonesia masih cukup rendah, sekitar 9,87 persen anak usia nol hingga 17 tahun mengonsumsi kalori kurang dari 1.400 kilokalori.
Pemenuhan gizi yang tidak baik dan seimbang kepada anak menyebabkan sejumlah permasalahan kesehatan anak, di antaranya kekurangan zat besi atau anemia, stunting, kurang energi kronis, dan kegemukan atau obesitas.
Anemia dapat menyebabkan penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran, dan produktivitas; sedangkan stunting dapat menurunkan sistem kognitif, kekebalan, dan sistem metabolisme tubuh.
Kurang energi kronis terjadi karena kurang asupan gizi, baik yang disebabkan alasan ekonomi maupun psikososial; sedangkan obesitas akibat dari gaya hidup yang tidak sehat dan kurang melakukan aktivitas fisik.
(ANT/ZA)