Jakarta, 22/7 – Kementerian Perindustrian berupaya menjaga kelestarian batik nasional dengan mendorong peningkatan daya saing industri batik dan menjaga pasar dari serbuan produk impor, salah satunya melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Kami telah berperan aktif mengawal upaya-upaya perlindungan terhadap batik. Salah satunya melalui Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) di Yogyakarta, sebagai bagian dari Komisi Teknis sub Komite Teknis Batik dan Produk Batik,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Doddy menyampaikan, definisi batik Indonesia telah tertuang dengan jelas dalam SNI 0239 – 2019: Batik- Pengertian dan Istilah. Menurut SNI tersebut, batik merujuk pada kerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan, secara perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna, dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membentuk motif tertentu yang memiliki makna.
“Dari definisi tersebut, sudah sangat jelas bahwa batik yang kita kenal merupakan produk karya inovasi syarat tradisi, ditilik dari segi teknologi proses, keberadaan motif, dan makna filosofis yang terkandung,” paparnya.
Selain perlindungan batik melalui penerapan SNI, Kemenperin juga telah mencanangkan Labelisasi Batikmark dengan Batik INDONESIA.
“Labelisasi ini bertujuan untuk melestarikan dan melindungi batik Indonesia secara hukum dari berbagai ancaman di bidang HKI maupun perdagangan,” ujar Doddy.
Tujuan lainnya dari labelisasi adalah memberikan jaminan mutu batik Indonesia dalam perdagangan serta meningkatkan apresiasi dan meningkatkan citra batik Indonesia di masyarakat internasional.
“Selain berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan, kami juga terus berupaya memacu inovasi dalam rangka perlindungan batik,” imbuhnya.
Kepala BBKB Kemenperin Titik Purwati Widowati menegaskan, dalam rangka mendukung pembedaan batik asli Indonesia dengan produk tiruannya, pihaknya telah merancang aplikasi Batik Analyzer.
Aplikasi berbasis Android dan iOS ini menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang sejalan dengan program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Melalui aplikasi Batik Analyzer, masyarakat dapat membedakan batik dengan produk tiruan. Aplikasi ini mampu membedakan jenis batik berdasarkan teknik pembuatan produknya,” tutur Titik.
Di samping itu, kehadiran Batik Analyzer diharapkan menjadi solusi perlindungan industri batik Indonesia dalam menyongsong era industri 4.0. “Upaya pelestarian dan perlindungan batik ini tentu saja tak hanya menjadi tugas Pemerintah Indonesia, tetapi kita sebagai anak bangsa juga wajib ikut serta berperan di dalamnya,” lanjut Titik.
Aktivitas mendukung dan melestasikan batik harus terus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan hingga terbentuk citra bahwa batik identik dengan Indonesia dan dikenal dunia.
“Sejatinya, esensi dari sebuah perlindungan budaya batik adalah meningkatkan keyakinan dalam diri masing-masing bahwa batik merupakan budaya asli kita yang luhur dan membanggakan,” tandasnya
(ANT/ZA)