Jakarta – Pemerintah disebut akan melakukan negosiasi ulang dengan Korea Selatan terkait pembagian pembiayaan dan kelanjutan proyek bersama jet tempur Korean Fighter X/Indonesian Fighter X KFX/IFX.
Seperti di lansir dari ccnindonesia.com, selasa, (8/9/2020). Media asal Korsel, Yonhap, memberitakan soal tunggakan US$ 420 Juta atau sekitar 500 miliar Won atau jika dirupiahkan bisa mencapai angka Rp6,2 triliun.
Angka tersebut adalah tunggakan yang mesti dibayar Indonesia kepada Korea Selatan terkait proyek pembuatan Pesawat Tempur generasi 4,5 KFX/IFX yang pembuatannya hasil kerja sama antara Korea Selatan dengan Indonesia.
Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan saat ini pihaknya berniat melakukan renegosiasi terkait pembagian biaya atau cost share dalam proyek pembuatan jet tempur itu.
“Saat ini Pemerintah akan melakukan renegoisasi tahap berikutnya terkait dengan Cost Share yang harus dibayar oleh Pemerintah Indonesia,” kata Dahnil.
Negosiasi ulang ini juga berkaitan dengan keberlanjutan kerja sama proyek pembuatan pesawat ini. Apalagi, kata Dahnil, pada 2017 lalu Presiden Joko Widodo juga telah meminta agar ada proses renegosiasi terkait proyek KFX/IFX ini.
“Termasuk renegosiasi terkait keberlanjutan proyek tersebut, setelah 2017 yang lalu Presiden memerintahkan melakukan renegoisasi terkait proyek KFX-IFX,” kata dia.
Pada saat itu kata Dahnil, pemerintah Korea Selatan juga enggan menyepakati permintaan Indonesia terkait penurunan cost share yang harus ditanggung Indonesia. Saat itu Indonesia meminta penurunan dari 20 persen menjadi 15 persen.
“Namun hanya memperoleh pengurangan menjadi 18,8 persen,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Kementerian Pertahanan meninjau ulang proyek ini sambil melihat menyatakan kemampuan anggaran.
“Arahan dari Pak Presiden kita lihat dulu kemampuan anggaran,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Anne Kusmayati, di Jakarta, Selasa (28/8/2018)
Dalam pemberitaan Yonhap disebutkan bahwa Indonesia semula bersedia untuk menanggung 20 persen dari biaya pengembangan proyek senilai 8,8 triliun won (US$7,3 miliar) itu.
Secara bertahap, Indonesia harus menyetor pembiayaan proyek itu setiap tahun hingga 2026. Namun, Indonesia gagal membayar sekitar 500 miliar won atau setara Rp 6,2 triliun yang seharusnya dibayar pada akhir Agustus. persen dari biaya pengembangan proyek senilai 8,8 triliun won (US$7,3 miliar) itu.(*)