Saat Dua Kandidat Bupati Blitar Ditantang Teken Kontrak Terkait Regulasi Tambang

BLITAR – Aktivitas pengelolaan tambang pasir ilegal menimbulkan kerusakan infrastruktur jalan hingga rusaknya bantaran sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini tidak sebanding dengan pemasukan pajak dari usaha tambang pasir.

Karena itu dalam Pilkada serentak 2020, para calon Bupati dan Wakil Bupati Blitar yakni Rijanto-Marhaenis dan Rini Syarifah-Rahmat Santoso ditantang untuk teken kontrak politik terkait regulasi pengelolaan tambang.

“Berani tidak para Paslon Bupati dan Wakil Bupati Blitar teken kontrak politik terkait regulasi pengelolaan tambang,” kata ketua Komite Masyarakat Pemberantas Korupsi (KRPK), Moh. Trijanto. Jumat (20/11/2020)

Sebelumnya dalam audiensi dengan DPRD Pemkab Blitar pada Kamis (19/11), Trijanto mengatakan selama ini Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Kabupaten Blitar dari sektor tambang setiap tahunnya hanya di bawah Rp 100 juta, sedangkan perbaikan infrastuktur akibat kerusakan jalan setiap tahunnya mencapai puluhan miliar rupiah.

“Kita mendorong agar Pemerintah Kabupaten Blitar segera membuat regulasi berupa Perda dan Perbub, seperti di daerah Kabupaten Lumajang (lereng Gunung Semeru), Kabupaten Kulon Progo dan Magelang (lereng Gunung Merapi). Setiap tahunnya di ketiga daerah tersebut PAD dari sektor tamang mencapai puluhan miliar rupiah. Mengapa Kabupaten Blitar yang punya potensi tambang pasir luar biasa karena di bawah lereng Gunung Kelud tidak membuat regulasi yang sama. Lingkaran setan pengelolaan tambang selama ini harus segera dihentikan,” ujarnya.

Ditambahkan Trijanto, selama ini yang terjadi di lapangan marak penambang pasir ilegal yang bayar atensi ke oknum agar bisa beroperasi.

“Ujung-ujungnya bila meraka telat bayar pasti ditangkap oleh aparat penegak hukum juga. Ingat setiap tahun banyak penambang ilegal yg masuk bui juga. Nah lingkaran setan ini harus segera diakhiri. Kita berharap kesepakatan audiensi agar segera dibentuk tim kecil yang melibatkan semua pihak untuk mendorong lahirnya regulasi berupa Perda, Perbub dan BUMD segera disusun,” imbuhnya.

Seperti diketahui, sudah lama aktivitas tambang pasir kian menjamur di Kabupaten Blitar. Mirisnya, pelaku tambang pasir ini rata-rata belum mengantongi izin resmi dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dikatakan Trijanto, tentu masyarakat di sekitar penambangan pasir dan lingkungan adalah korban pertama yang akan merasakan dampak dari penambangan pasir liar.

“Fakta ini sangat disayangkan dikarenakan pelaku industri tambang pasir ilegal masih bisa leluasa bergerak. Sejauh ini pemerintah setempat belum mempunyai sistem regulasi tambang pasir,” tuturnya.

Lanjut Trijanto, seharusnya penambangan pasir atau disebut penambangan galian C memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, hingga penjualan.

“Namun kenyataannya tidak semua pelaku tambang pasir memegang IPR,” sebut Trijanto.

Karena itu harapan Trijanto, dalam gelaran Pilkada ini pihaknya mendesak dua Paslon Rijanto-Marhaenis dan Rini Syarifah-Rahmat Santoso untuk meneken kontrak politik terkait regulasi pengelolaan tambang.

“Jika mereka (Paslon) peduli dengan potensi sumber daya alam di Kabupaten Blitar, harusnya mau meneken kontrak politik terkait regulasi pengelolaan tambang. Kita butuh pemimpin baru yang punya komitmen dan konsistensi dalam mengelola potensi-potensi yang luar biasa ini. Sayang sekali bila potensi luar biasa, tapi pengelolaan dan out putnya hanya biasa-biasa saja'” pungkasnya.(*)

Bagikan Melalui