Demo Penolakan RUU Keamanan Prancis Berlangsung Ricuh

Jakarta – Kerusuhan pecah di Paris, Prancis dalam demonstrasi menolak rancangan undang-undang keamanan baru Presiden Emmanuel Macron, Sabtu (5/12).

Dilansir dari CNNIndonesia.com demo itu terjadi dikarenakan RUU tersebut dianggap membatasi kebebasan sipil. Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi. Mereka melemparkan sejumlah benda ke arah aparat. Membakar kendaraan dan memecahkan etalase toko.

Demonstran melemparkan bom molotov dan petasan, meneriakkan yel “Semua orang membenci polisi”.

Jendela supermarket, agen properti dan bank semuanya hancur. Beberapa mobil terbakar di sepanjang Avenue Gambetta ketika ribuan demonstran berbaris menuju Place de la Republique.

Polisi merespons demonstran dengan menyemprotkan gas air mata. Para demonstran juga mendobrak masuk sebuah bank lalu mengambil sejumlah dokumen dan membakarnya.

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menulis di Twitter bahwa polisi di Paris menghadapi “individu yang sangat kejam”.

“Para preman menghancurkan Republik,” katanya seperti dikutip dari AFP.

Sebanyak 64 orang ditahan akibat kerusuhan itu, sementara 8 polisi terluka.

Itu adalah salah satu dari hampir 100 demo yang direncanakan di seluruh Prancis untuk menentang RUU keamanan baru. Ribuan orang berkumpul di kota-kota termasuk Montpellier, Marseille dan Nantes.

Polisi Prancis telah dikerahkan usai bentrokan pecah dalam demonstrasi di Paris seminggu lalu yang menyebabkan puluhan orang terluka.

Kelompok hak asasi manusia dan kebebasan media memimpin aksi, meminta pemerintah membatalkan atau merevisi RUU yang akan melarang warga merekam polisi.

Sebab hal itu diyakini akan mempersulit penuntutan hukum yang dilakukan polisi.

Setelah 4 anggota polisi Prancis didakwa pada 30 November atas pemukulan dan pelecehan rasial terhadap produser musik kulit hitam Michel Zecler, anggota parlemen dari partai Presiden Macron berjanji untuk menulis ulang sebagian rancangan undang-undang tersebut.

Pemukulan Zecler menjadi pemicu unjuk rasa menentang rasialisme di kepolisian Prancis. Para aktivis menuduh ada beda perlakuan dalam pemeriksaan pria kulit hitam dan Arab.

“Tidak ada hari tanpa kebrutalan polisi,” kata Amal Bentounsi, pendiri sebuah wadah untuk korban kebrutalan polisi.

“Undang-undang keamanan ini menargetkan mereka yang telah mengalami penindasan selama bertahun-tahun, terutama di lingkungan kelas pekerja,” ucap dia.

(CNN/ZA)

Bagikan Melalui