Lintas7News.com – Bupati Lumajang, Jawa Timur Thoriqul Haq mengaku mendapat ancaman pembunuhan buntut tindakannya menertibkan pelaku pemungutan liar alias pungli di sektor pertambangan pasir.
Ancaman itu tidak disampaikan secara langsung melainkan melalui pesan WhatsApp dari nomor yang tidak bisa Thoriq identifikasi.
“Diancam saya dibunuh,” kata Thoriq saat dihadirkan sebagai narasumber dalam program Mata Najwa di Trans 7, Rabu (16/6) malam.
Salah satu yang membuat Thoriq khawatir adalah ancaman terhadap keluarga dan anaknya. Saat itu, anak pertama Thoriq sedang bersekolah di Surabaya sementara dirinya di Lumajang.
Hal ini sempat membuat Thoriq bimbang, memilih antara memperbaiki pelayanan pemerintah atau keselamatan keluarganya.
“Mereka sampai memfoto sekolah anak saya,” kata Thoriq.
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Ancaman pembunuhan itu sendiri merupakan buntut dari sidak dan penertiban yang Thoriq lakukan terhadap pungli di pengelolaan jasa timbang truk pengangkut barang.
Saat itu, Thoriq menemukan adanya pemalsuan MoU Pemerintah Kabupaten Lumajang dengan pihak ketiga atau swasta mengenai penyatuan pajak dan biaya jasa timbang.
Kebijakan itu, kata Thoriq, mulai berlaku sejak 2005 silam dan telah disengketakan di pengadilan. Pemkab Lumajang dinyatakan bersalah. Namun, MoU tetap berjalan.
“Tapi penarikan jasa timbangannya terus berlangsung,” ujar Thoriq.
Pihaknya lantas melakukan sidak dan mendapati surat-surat palsu berkop Dinas Pengelola Keuangan Pemkab Lumajang.
Padahal, dinas tersebut sudah tidak ada karena telah diubah berdasarkan peraturan daerah.
“Nah ini atas nama pemerintah, atas nama kabupaten tapi mereka yang cetak,” kata Thoriq geram.
Menurut Thoriq, dari MoU itu, Pemkab Lumajang hanya mendapatkan pemasukan Rp1,5 miliar per tahun.
Namun, pihak swasta yang melakukan pungli tersebut bisa mengantongi uang Rp3 miliar per bulan.
“Saya hitung asumsinya begini, Rp150 ribu setiap trek, kalo setiap hari treknya itu 700 x 30 ya sudah rata-rata Rp3 miliar,” jelas Thoriq.
Kasus lain yang Thoriq ungkap adalah pungli di sektor Surat Keterangan Asal Barang (SKAB). Tiap truk, kata Thoriq, pemerintah mematok biaya Rp25 ribu.
Pihaknya lantas mengonfirmasikan hal tersebut kepada pengangkut atau warga yang bertugas menjaga portal dan menjadi kepanjangan tangan pemilik izin tambang.
“Tapi di masyarakat di lokasi pertambangan itu bisa Rp60 ribu bisa Rp100 ribu bisa Rp120 ribu satu SKAB,” jelas Thoriq.
Tindakan pemungutan liar belakangan menjadi sorotan publik usai Presiden Joko Widodo merespons keluhan sopir kontainer di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sopir-sopir tersebut mengeluhkan pungli yang dilakukan petugas pelabuhan. Mereka juga kerap dipalak preman saat terjebak macet di jalanan.
Merespons aduan tersebut, Jokowi segera menelpon Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dan meminta agar pungli dan preman diberantas.
(CNNIndonesia/RI)