Lintas7News.com – Fenomena langka ekuinoks September di Indonesia akan terjadi besok (23/9).
Fenomena ekuinoks terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan Maret dan bulan September. Umumnya terjadi pada 20-21 Maret dan 22-23 September.
Pada hari ekuinoks, Matahari akan terbit nyaris tepat di arah timur dan terbenam tepat di arah barat. Ekuinoks juga dimaknai sebagai kondisi Bumi ketika belahan Bumi Utara maupun belahan Bumi Selatan sama-sama menerima radiasi Matahari yang sama besar dan sama durasinya.
Istilah ekuinoks berasal dari lakuran dalam Bahasa Latin, equinoctis, equum yang bermakna sama dan noctis yang bermakna malam. Secara harfiah, makna ekuinoks ini lebih cocok dengan kondisi Bumi yang mana antara belahan Bumi Utara maupun belahan Bumi Selatan sama-sama menerima radiasi Matahari yang sama besar dan sama durasinya.
Hal ini dikarenakan belahan Bumi Utara tidak condong dan lebih “dekat” ke Matahari, juga tidak menjauhi Matahari. Demikian juga yang terjadi di belahan Selatan. Jika ditinjau dari pengamat Tata Surya di luar Bumi, posisi sumbu rotasi Bumi tegak lurus terhadap arah sinar Matahari ke Bumi. Hal ini mengakibatkan terminator (garis batas siang-malam) di Bumi berimpit dengan garis meridian atau bujur geografis di setiap permukaan Bumi.
Hal inilah yang menyebabkan di setiap tempat di permukaan Bumi akan merasakan malam yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Panjang siang dan malam untuk setiap tempat di permukaan Bumi nyaris sama. Meski pada kenyataannya tidak tepat 12 jam karena dipengaruhi oleh refraksi atmosfer.
Dilansir dari CNNIndonesia.com – LAPAN menjelaskan ekuinoks September merupakan titik perpotongan ekliptika dan ekuator langit yang dilewati Matahari merupakan bagian dari perjalanan semu tahunan Matahari dari langit belahan Utara menuju langit belahan Selatan.
LAPAN juga menjelaskan ekuinoks September tahun ini akan terjadi pada 23 September 2021.
Mengapa terjadi ekuinoks?
Pergeseran terbit tenggelam Matahari jadi lebih ke utara dan selatan ini terjadi akibat gerak semu tahunan Matahari. Gerak semu tahunan ini terjadi karena sumbu rotasi Bumi yang miring 66,5 derajat saat mengelilingi Matahari.
Hal ini membuat arah terbit dan tenggelam Matahari akan tampak bergeser agak utara ataupun agak ke selatan sepanjang tahun jika diamati di wilayah khatulistiwa seperti Indonesia. Posisi terbit dan tenggelam ini hanya berada tepat di arah barat dan timur saat bertepatan dengan momen ekuinoks.
Selain itu, bagi pengamat yang berada tepat di wilayah ekuator, maka momen ini juga membuat Matahari akan tampak tepat di atas kepala ketika tengah hari.
Sementara bagi pengamat yang ada di Bumi belahan utara seperti Amerika Serikat, kemiringan ini menyebabkan pada suatu waktu belahan Bumi utara merasakan waktu siang yang lebih panjang.
Sementara di saat bersamaan, pengamat yang ada di belahan Bumi Selatan seperti Australia merasakan malam yang lebih panjang.
(CNNIndonesia/RI)