Lintas7news.com – Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengkritik kebijakan Jokowi melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Ia menilai kebijakan tersebut malah mengulang kesalahan setop ekspor mendadak komoditas batu bara pada Januari 2022 lalu.
“Apakah masalah selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan,” jelas Bhima.
Menurutnya, yang harusnya dilakukan Jokowi ialah cukup mengembalikan kebijakan DMO CPO 20 persen dari total produksi.
“Kemarin saat ada DMO kan isu nya soal kepatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi. Pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup,” terangnya.
Toh, lanjut Bhima, masalah selama ini ada pada sisi produsen dan distributor yang pengawasannya lemah.
“Apakah harga akan turun? Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET di minyak goreng kemasan,” beber dia.
Ia menilai malah negara lain produsen minyak sawit lain lah yang diuntungkan dari kebijakan tersebut, misalnya Malaysia. Ia proyeksi harga CPO naik hingga 90 persen, melanjutkan kenaikan sejak tahun lalu.
Sementara RI, kata dia, malah bakal rugi karena kehilangan devisa ekspor. Ia memprediksi Indonesia bisa kehilangan US$3 miliar devisa negara atau Rp43 triliun lebih (Kurs Rp14.436 per dolar AS).
“Selama satu bulan Maret 2022 ekspor CPO nilainya US$3 miliar. Jadi estimasinya Mei apa bila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Setara 12 persen total ekspor non migas,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut semestinya kuota ekspor dibatasi saja, bukan dilarang total.
“Konsumsi dalam negeri hanya 6 juta ton-7 juta ton, tapi 30 jutaan ton dilarang ekspor mau dikemanakan? Busuk dong?” ujarnya, Jumat (22/4).
Di sisi lain, ia menyebut kebijakan tersebut juga akan merugikan petani CPO. Jika tak boleh diekspor, maka mereka akan kehilangan pasar karena mayoritas produksi RI diekspor.
“Siapa yang beli? Kita punya jutaan petani yang harus bergantung ke pasar ekspor,” ujarnya.
Ia memproyeksikan harga CPO bakal turun usai kebijakan diimplementasikan. Namun, harga CPO internasional lah yang bakal melonjak beberapa kali lipat.
Nah, konsekuensinya, lanjut Tauhid, negara mitra dagang RI bakal protes. Bahkan, bukan tak mungkin mereka akan membalas larangan ekspor tujuan Indonesia.
“Misalnya industri kita butuh besi baja, mereka engga akan ekspor, gimana? Dibales, pasti diancam juga sama,” kata Tauhid.
Ia memperkirakan kebijakan larangan ekspor CPO dan minyak goreng tak berlangsung lama, sama seperti kebijakan pelarangan ekspor batu bara beberapa waktu lalu.
“Pasti direvisi itu,” kata dia.
Dilasir dari CNNIndonesia.com – Presiden Jokowi memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28/4). Hal itu ia putuskan dalam rapat bersama menterinya.
“Dalam rapat saya putuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang ditentukan,” katanya Jumat (22/4).
Jokowi menyatakan keputusan itu dilakukan supaya pasokan minyak goreng di dalam negeri kembali melimpah dan harganya murah.
(CNNindonesia/RI)