Lintas7news.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan pembebasan bersyarat 23 narapidana kasus korupsi dilakukan secara terstruktur. Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Konstitusi (MK), hingga Mahkamah Agung (MA) berperan dalam masalah ini.
“Jadi ini sifatnya sudah terstruktur, artinya memang sudah dikondisikan sampai akhirnya ada revisi UU dan akhirnya hari ini salah satu buahnya kita tuai, di mana 23 napi korupsi tadi bisa dapat pembebasan bersyarat tanpa syarat yang dikhususkan,” kata Peneliti ICW Lalola Ester dalam sebuah webinar, Rabu (7/9) malam.
Lalola menjelaskan sebelum ada revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menjadi dasar pemberian pembebasan bersyarat, MK dan MA membatalkan sejumlah aturan yang memperketat pemberian remisi hingga pembebasan bersyarat kepada napi korupsi.
“Ada sejumlah putusan yang dikeluarkan baik oleh MK, maupun MA. Ada bagian dalam putusan MK yang secara tidak langsung menjadikan PP 99 2012 jadi objek yang perlu di-challenge lagi,” ujarnya.
Putusan MK terkait PP 99/2012 diketok pada 30 September 2021. Berselang sebulan, MA juga membatalkan sejumlah pasal yang memperketat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat di PP 99/2012.
Beberapa pasal dalam PP 99/2012 memperketat pemberian remisi kepada narapidana tiga jenis kejahatan luar biasa, yakni narkoba, korupsi, dan terorisme.
Secara khusus, narapidana korupsi baru bisa mendapatkan hak seperti remisi hingga pembebasan bersyarat jika menjadi justice collaborator, membantu membongkar kasus korupsi yang dilakukan, serta membayar lunas denda dan uang pengganti.
Dengan dibatalkannya PP 99 Tahun 2012, maka semua terpidana korupsi bisa mendapat remisi hingga pembebasan bersyarat tanpa terkecuali.
“Sehingga ketika dasar hukum sudah mati, artinya pertahanan terakhir untuk menjaga agar kualifikasi itu tetap diberikan kepada napi kasus korupsi itu sudah tidak ada,” ujarnya.
Lebih lanjut, Lalola mengatakan syarat pengetatan pemberian remisi hingga pembebasan bersyarat juga tak masuk dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Ia menuding pemerintah sudah mendesain agar koruptor bisa bebas lebih mudah.
“Kebijakan itu memang sudah dimaksudkan untuk memudahkan koruptor, karena rangkaian peristiwanya itu menguatkan dugaan ke arah sana. Ada peran MK, ada peran MA yang kemudian berkontribusi pada terjadinya peristiwa seperti saat ini,” ujarnya.
Dilansir dari CNNIndonesia, Sebanyak 23 narapidana kasus korupsi mendapat pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) per Selasa (6/9).
Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti menjelaskan pemberian pembebasan bersyarat mengacu kepada pembaharuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang diundangkan pada 3 Asustus 2022.
Para narapidana korupsi yang bebas antara lain mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kemudian mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, mantan Menteri Agama Suryadarma Ali, hingga dua terpidana kasus korupsi e-KTP.
(RI)