Si Manis Jenang Dawet Pandan Arum, Puluhan Tahun Mengusir Dahaga

Es Jenang Dawet Pandan Arum milik Siswanto (Foto : Istimewa)

Es Jenang Dawet Pandan Arum milik Siswanto (Foto : Istimewa)

LINTAS7NEWS – Cuaca panas terik beberapa hari terakhir ini sedang terjadi di Indonesia. Gerah yang dirasakan oleh masyarakat pun tidak seperti biasanya. Kali ini, bawaannya selalu ingin minum karena rasa haus yang tidak hilang-hilang.

Namun, dari ujung Jalan Ir. Soekarno, Kota Blitar terlihat sebuah gerobak yang ramai didatangi pembeli yang silih berganti untuk mengantri.

Terdapat mangkok untuk pembeli yang mau minum dilokasi maupun dibungkus dibawa pulang, panci besar, dan wadah lainnya untuk meletakkan bahan baku. Meskipun dibilang minuman jadul tapi minuman ini tak kalah tenar sama minuman yang sekarang.

Salah satunya ada Es Jenang Dawet Pandan Arum milik Siswanto (61) yang biasa keliling melalui rute kelurahan Kauman, Sentul, dan Bendogerit, Kota Blitar.

“Gerobak ini sejak 1987 tidak ganti-ganti sampai sekarang,” tunjuknya pada gerobak biru.

Santannya terbuat dari parutan kelapa asli, gula jawa asli yang sudah dicairkan membuat rasa manis yang nikmat, lalu cendol yang dibuat dari tepung beras diberi pewarna hijau daun pandan sehingga memiliki aroma yang khas sedap.

Potret Es Jenang Dawet Pandan Arum milik milik Siswanto yang berisikan cendol, jenang sum-sum, mutiara dan air santan dengan campuran gula merah asli (Foto : Istimewa)

Siapa yang tidak ingin mencicipi? Pastinya pengen dong! apalagi ditengah terik matahari yang begitu menyengat dan membuat tenggorokan kering. Dengan harga yang murah per-mangkoknya kita sudah bisa memanjakan lidah dan tenggorokan. Dirinya mulai berkeliling dari jam 10 pagi sampai 3 sore.

Bagi masyarakat Blitar raya dan sekitarnya terutama yang biasa wira-wiri ke daerah Makam Bung Karno, gerobak Es Jenang Dawet Pandan Arum sudah tidak asing lagi. Maklum saja, lapak dawet itu telah 36 tahun-an mengusir dahaga para pembeli disekitaran daerah yang dilewatinya.

Es Jenang Dawet Pandan Arum dirintis oleh Siswanto, sejak 1987 disaat umurnya 25 tahun. Lantas, usaha itu hingga tahun 2023 ini masih ditekuni dirinya. Sejak dulu rute jualan dawet moro seneng juga tidak berubah.

Setiap hari rata-rata dawet Es Jenang Dawet Pandan Arum mampu menjual 65-75 porsi. Bahkan, setiap hawa panas seperti sekarang ini jualan Siswanto selalu laris manis.

“Harganya hanya 4000 per-porsi. Dengan harga tersebut, maka penghasilan sehari bisa sekitaran 150.000-300.000,” ujar Siswanto.

Es Jenang Dawet Pandan Arum ini memiliki ciri khas yang membedakan jenang dawetnya berbeda dengan lainnya.

 “mungkin cara meramu bahan-bahannya. Saya sama sekali tidak menggunakan bahan pengawet maupun pewarna. Semuanya alami. Kami menggunakan santan matang karena lebih higienis, gula jawa, dan semuanya kami beri pandan unuk menghasilkan rasa dan aroma yang lezat” ujar Ayah dari keempat anaknya.

Mohammad Trijanto, seorang aktivis asal Blitar yang kini juga merupakan calon DPD RI Jatim, mengaku sudah menjadi pelanggan sejak tahun 1987 saat dirinya duduk dibangku SMP.

“Rasanya yang enak dan tetap, ga berubah-ubah gitu lho. Dulu saya pakai teriak-teriak buat manggil bapaknya. Langganan saya tuh pokoknya setelah pulang sekolah dan sampai sekarang ini,” ujarnya.

Waw, pasti rasanya enak kan? Hehe. Rasanya yang begitu enak dan tak kalah menarik dengan minuman sekarang dawet sering dicari oleh orang-orang, baik anak kecil, orang dewasa, maupun yang sudah tua.

Saat ini lapak berjualan mengalami banyak inovasi, mulai dari ruko estetik, kotak kontainer, berdagang online, dan sebagainya. Namun, Siswanto lebih memilih untuk tetap mendorong gerobaknya. Dirinya ingin badannya tetap sehat karena berjalan yang juga termasuk olahraga.

“Tetap mendorong gerobak saja, itung-itung suoaya tetap sehat sambil olahraga. Dan saya juga biar cepet pindah-pindah dari lokasi satu ke lainnya,” jelas Siswanto.

Hanya saja hingga saat ini Siswanto belum memiliki ruko atau tempat jualan menetap. Siswanto mengakui produk miliknya belum pernah dilirik pemerintah bahkan untuk sekedar ditampilkan dalam agenda di Blitar, seperti halnya Blitar Tempoe Doeloe atau Blitar Jadul.

“Saya belum pernah mendapat bantuan, semuanya mandiri. Ya, kalau gerobak saya rusak dibenerin sendiri. Tembel-tembel,” pungkas Siswanto.**

(OAS/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.