Sidang Perdana Harvey Moeis : Awal dari Kasus Korupsi Timah yang Menggegerkan.

Harvey Moeis Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Timah.

Harvey Moeis Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Timah.(tangkapan layar).

LINTAS7NEWS – Hari ini, Rabu (14/8/2024), sidang perdana Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Harvey, terdakwa dalam kasus dugaan rasuah terkait pengelolaan komoditas timah di PT Timah Tbk antara tahun 2015 hingga 2022, akan memulai proses hukum yang bisa menentukan arah akhir kasus ini. Sidang ini menjadi langkah awal penting dalam mengungkap dan menindaklanjuti dugaan korupsi di sektor pertambangan.

Pada 6 Agustus 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memulai fase krusial dengan menerima pelimpahan berkas perkara korupsi timah senilai Rp 300 triliun, menegaskan komitmennya dalam melawan korupsi.

“Sidang pada 14 Agustus 2024,” ungkap Humas PN Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo, saat dikonfirmasi oleh wartawan.

baca juga : Aksi Tegas Kejaksaan Agung Siap Grebek Hendry Lie Terkait Skandal Korupsi Timah

Perkara Harvey telah didaftarkan dengan nomor perkara No.70/pid.sus./2024/pn.jkt.pst. Untuk memastikan proses hukum berjalan lancar, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan majelis hakim yang berkompeten untuk memimpin sidang tersebut.

Sidang perkara ini akan dipimpin oleh Hakim Ketua Eko Ariyanto, dengan dukungan dari hakim anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono dalam mengawasi jalannya proses persidangan.

Di sisi lain, berkas dakwaan terhadap tersangka pengusaha Helena Lim dijadwalkan akan selesai dan diserahkan ke pengadilan dalam waktu dekat.

“Berharap dalam waktu dekat, berkas dakwaan Helena Lim akan rampung dan diserahkan ke pengadilan, mungkin bahkan minggu ini,” jelas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, saat dikonfirmasi pada Senin, 5 Agustus 2024.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat memulai sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi komoditas timah. Mereka adalah Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-2019; Rusbani, Kepala Dinas ESDM periode 2019; dan Amir Syahbana, Plt Kadis ESDM periode 2019 serta Kadis 2021-2024. Ketiganya didakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.

baca juga : Kejahatan Terbongkar Empat Koruptor Proyek Kuliner Sukodadi Dijebloskan

Kerugian keuangan negara yang tercatat sebesar Rp 300.003.263.938.131,14, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara terkait dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk, mencakup periode 2015 hingga 2022. Laporan ini dikeluarkan dengan nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI), jelas jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu, 31 Juli 2024.

Dalam dakwaan terhadap Suranto, jaksa mengungkap bahwa terdakwa, sebagai Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, secara ilegal menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) untuk lima smelter. Smelter yang dimaksud meliputi PT Refined Bangka Tin dan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa dan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa dan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa dan afiliasinya, serta PT Tinindo Internusa dan afiliasinya. Persetujuan ini dianggap melanggar ketentuan yang berlaku.

“RKAB yang disetujui seharusnya digunakan sebagai pedoman resmi untuk penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya. Namun, dalam praktiknya, RKAB tersebut disalahgunakan untuk melegitimasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah dari aktivitas penambangan ilegal yang terjadi di wilayah IUP PT Timah Tbk,” jelas jaksa.

Jaksa mengungkapkan bahwa terdakwa tidak melakukan pembinaan atau pengawasan yang memadai terhadap perusahaan-perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk selama periode 2015-2019. Kegagalan dalam pengawasan ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan tersebut bebas melakukan penambangan ilegal dan transaksi jual beli bijih timah secara sembarangan, tanpa kontrol atau regulasi yang memadai.

baca juga : Pengungkapan Korupsi : KPK Menepis Desas-desus Mengenai Mbak Ita dalam Pilwalkot Semarang.

Jaksa menegaskan bahwa ketidakmampuan terdakwa dalam melakukan pembinaan dan pengawasan mengakibatkan tata kelola pengusahaan pertambangan yang buruk. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. RKAB yang disetujui seharusnya menjadi pedoman resmi untuk penambangan, namun sebenarnya hanya digunakan sebagai formalitas untuk memfasilitasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk, jelas jaksa.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dakwaan ini mencakup tindakan korupsi yang dilakukan dengan menyalahgunakan wewenang. Selain itu, mereka juga didakwa berdasarkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang tanggung jawab dan peran serta dalam tindak pidana korupsi, baik sebagai pelaku langsung maupun sebagai pihak yang turut terlibat. **

(sd)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.