Wakil Ketua MPR RI: Penanganan COVID-19 harus lebih tepat dan efektif

Politik373 Dilihat
banner 468x60

Jakarta, 10/6 – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan mengatakan penanganan pandemi COVID-19 harus lebih tepat dan efektif.

Syarief Hasan di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa pandemi COVID-19 belum menemukan titik akhir penyebaran kasus terkontaminasi di Indonesia.

banner 336x280

Data terbaru dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyebutkan bahwa terjadi penambahan kasus positif harian tertinggi mencapai 1.043 kasus pada hari Selasa (9/6) sehingga total kasus di Indonesia sejak diumumkan pertama kali di awal Maret menjadi 33.076 pasien positif.

“Bagaimana langkah pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19? Pemerintah telah melakukan banyak langkah namun belum ada penurunan angka positif yang signifikan. Padahal, pemerintah yang dibekali dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 telah menyiapkan dan mengeluarkan banyak anggaran dalam penanganan COVID-19,” katanya.

Pada hari Minggu (7/6), lanjut dia, terjadi penambahan kasus positif harian sebesar 672 kasus, kemudian angkanya naik pada hari berikutnya sebanyak 847 kasus, lalu naik kembali pada hari Selasa melebihi seribu kasus.

Angka tersebut menunjukkan bahwa penambahan kasus terkontaminasi COVID-19 masih tinggi, bahkan cenderung terus meningkat dari hari ke hari.

Syarief lantas mempertanyakan kebijakan Pemerintah yang memberikan kelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tengah masih tingginya penambahan kasus positif.

Pemerintah terus melakukan pelonggaran PSBB, bahkan mulai membuka pusat-pusat perbelanjaan. Namun, masih banyak yang belum menerapkan protokol kesehatan dengan tegas.

“Pemerintah harus berperan aktif untuk menekan laju penambahan kasus harian dengan berbagai kebijakan dan kemampuan yang dimiliki, bukan membuat kebijakan yang kontraproduktif, atau menyerahkan kepada rakyat alternatif pilihan apakah PSBB atau keluar rumah beraktivitas dengan tetap disiplin mengikuti protokoler kesehatan,” kata Syarief Hasan.

Menurut dia, seharusnya pemerintah banyak belajar dari negara lain, seperti Korea Selatan. Mereka melakukan pembatasan dengan ketat di awal pandemi, kini mereka membuka kembali berbagai kegiatan setelah benar-benar terjadi penurunan kasus secara signifikan, yakni  20 kasus penambahan dalam sepekan.

“Walaupun membuka pusat-pusat ekonomi dan sosial, mereka tetap menjalankan protokol kesehatan dengan tegas,” ucapnya.

Bukan hanya Korea Selatan, lanjut dia, Jepang pun melakukan hal yang sama. Negeri berjuluk “Matahari Terbit” itu membuka kembali lockdown setelah hanya ada 11 penambahan kasus dalam 2 pekan. New Zealand yang membuka pembatasan mereka setelah mencatatkan nol kasus dalam 2 pekan.

Tidak hanya belajar soal pelonggaran pembatasan, Indonesia juga mesti belajar dari kemampuan pemerintah Jepang dan New Zealand yang mampu melacak kasus secara cepat sehingga tidak menyebar terlalu banyak. Hal ini membuat kepercayaan masyarakat kepada negara mereka sangat tinggi.

Kini, kata Syarief Hasan, pemerintah harus menjawab pertanyaan besar masyarakat apakah mampu menyelesaikan pandemi dengan cepat dan tepat.

DPR dan MPR RI telah membantu penyelesaian COVID-19 melalui fungsi pengawasan dan fungsi legislasi dengan meloloskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sehingga rakyat dapat berharap pemerintah bekerja dengan baik.

“Dengan power pengaturan anggaran besar yang dimiliki pemerintah tersebut, berhasilkah menyelesaian pandemi COVID-19?” ucapnya

Hasil penelitian yang dilakukan Knowledge Group menyebutkan Indonesia berada pada urutan 97 di antara 100 negara teraman dari COVID-19 di dunia. Hal itu, kata Syarief Hasan, sungguh kondisi yang memprihatinkan.

Anggota Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat itu memandang perlu pemerintah membuat kebijakan dengan hati-hati, kritis, dan matang dengan harapan tentunya agar anggaran yang besar tersebut dipergunakan dengan efektif dan efisien.

Pemerintah tidak boleh hanya berharap pada masyarakat untuk patuh namun tidak disertai dengan langkah tegas dan strategis.

“Pemerintah harus menjadi pemeran utama dalam penyelesaian masalah sebab memiliki power dan anggaran bukan menunggu masalah selesai dengan sendirinya,” kata Syarief Hasan. (ANT/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui