Jakarta – Usulan Rancangan Undang-Undang Kejaksaan yang saat ini dalam pembahasan bahkan mendekati detik-detik pengesahan banyak memuat usulan-usulan penambahan keistimewaan dan perluasan kewenangan bagi Jaksa. Pengamat menilai jika RUU ini disahkan, bisa berakibat fatal. Kenapa?
“Saya heran RUU Kejaksaan ini prosesnya kok cepat sekali. Saya curiga ini ada kepentingan-kepentingan politik,” kata pengamat politik Hermawan Sulistyo, Minggu (27/9).
Seperti di lansir dari detik.com, minggu (27/9/2020) Sosok yang akrab disapa Kikiek ini menyampaikan sejumlah catatan krusial dalam usulan RUU yang harus diwaspadai. Ada 6 hal yang dia soroti yaitu:
1. Perlindungan dan jaminan keamanan terhadap jaksa dalam melaksanakan tugasnya.
2. Kewenangan pengesampingan perkara yang dilimpahkan dari Jaksa Agung kepada Jaksa Penuntut Umum.
3. Kewenangan Diskresi dan kewenangan melakukan mediasi penal.
4. Pemeriksaan terhadap jaksa baik sebagai saksi maupun tersangka serta tidak dapatnya dilakukan penegakan hukum perdata maupun pidana harus seijin jaksa agung.
5. Perluasan kewenangan terhadap jaksa dalam peradilan militer.
6. Kewenangan penyadapan yang diberikan kepada jaksa dalam keterlibatan pada pengawasan ketertiban umum.
Perlindungan terhadap jaksa menurut Kikiek menggambarkan bahwa jaksa adalah sosok penegak hukum yang wajib diberikan perlindungan karena khusus. Dia pun mempertanyakan apa kekhususan tersebut? Menurutnya jika selama ini jaksa menjalankan kewajiban dan kewenangannya sebagai penuntut umum, maka perlindungan tersebut belumlah dibutuhkan.
“jika dalam tugasnya jaksa minta dilindungi, lalu bagaimana dengan polisi dan KPK yang justru dalam menjalankan tugasnya bersentuhan langsung dengan para pelaku kejahatan, bahkan polisi lebih mengerikan resiko tugasnya,” ucapnya.
Kikiek menyatakan, berbagai kewenangan dan kelebihan yang diajukan dalam RUU Kejaksaan tersebut telah berpotensi mereduksi kewenangan penegak hukum lainnya. Lebih lanjut menurut dia, ini bahkan dapat memicu penyalahgunaan kewenangan serta berpotensi beririsan dengan kewenangan penegak hukum lainnya.
Permintaan kewenangan untuk melakukan penyidikan lanjutan yang diusulkan dalam RUU Kejaksaan menurut dia ada indikasi terjadi deal-deal politik di Senayan. Dia menduga, jika perkara-perkara dimajukan oleh penyidik polri, maka jaksa dapat menggunakan kewenangan diskresi dan kewenangan deponering untuk tidak melanjutkan perkara tersebut bahkan dengan kewenangan penyidikan lanjutan maka jaksa dapat melakukan penyidikan tersendiri.
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Semakin besar kekuasaan semakin besar pula kemungkinan untuk disalahgunakan,” kata Kikiek.
“Para pembuat undang-undang harus menyadari bahwa jaksa bukan penegak hukum sendirian, jangan benturkan jaksa dengan penegak hukum lain dengan cara yang tidak benar,” sambungnya.
Kikiek menjelaskan, Kejaksaan Agung, Polri, pengadilan, serta lembaga pemasyarakat merupakan bagian dalam criminal justice system yang satu sama lainnya saling berhubungan dan terkait dalam hal system penegakan hukum pidana di Indonesia. Jika salah satu subsistem mengalami perubahan atau dalam hal ini penambahan dan perluasan kewenangan maka akan berdampak pada subsitem yang lainnya.
Jaksa, lanjut Kikiek, bukanlah penegak hukum yang berdiri sendiri. Jika RUU ini disahkan maka keberadaan penegak hukum lain mungkin saja lama kelamaan akan dibubarkan karena jaksa sudah dapat menyidik, menuntut dan memutus sendiri suatu permasalahan hukum.
“Pembagian kewenangan dan tanggung jawab pada proses penegakan hukum dalam criminal justice system merupakan bentuk saling kontrol antar penegak hukum sehingga menghasilkan proses penegakan hukum yang berimbang. Jika saat ini akan diambil alih salah satu penegak hukum saja maka akan membahayakan bagi keberlangsungan penegakan hukum yang berkeadilan dan berimbang,” jelasnya.
Ditambahkan Kikiek, berbagai permintaan keistimewaan yang diajukan dalam RUU Kejaksaan sangat tidak berimbang dengan situasi dan kondisi kinerja penegakan hukum yang saat ini dilakukan Korps Adhyaksa. Dia menyarankan sebaiknya Kejaksaan Agung berintrospeksi dan lebih mengedepankan reformasi serta pembenahan internal. Selain itu juga menyelesaikan kasus Jiwasraya dan sederet kasus korupsi besar lainnya yang belum tuntas.(*)