BLITAR-Lautan manusia memadati alun-alun Kecamatan Sutojayan, Senin(11/11). Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka mengikuti rangkaian siraman Gong Kyai Pradah dengan harapan mendapatkan berkah dari kegiatan adat tersebut.
Bupati Blitar Rijanto menjelaskan, tradisi jamasan pusaka atau gong kyai pradah dilaksanakan setiap bulan maulud. Karena bertepatan dengan hari besar keagamaan, momen budaya ini diselingi dengan beberapa kegiatan lain. Seperti pengajian dan pagelaran wayang kulit.
“Nah acara puncaknya siraman Gong Kyai Pradah. Tapi nanti malam masih ada pertunjukan wayang kulit,” kata Bapak Rijanto.
Acara adat jamasan pusaka ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan. Antusiasme masyarakat mengikuti rangkaian acara ini juga sangat baik.
Bupati mengatakan, ada banyak manfaat dari kegiatan ini. Utamanya, soal perekonomian masyarakat. Sebab, banyaknya warga atau masyarakat menjadi salah satu pasar yang baik bagi warga di Kecamatan Sutojayan. “Usaha kecil, pedagang kaki lima, UMKM di daerah ini jelas merasakan manfaatnya,” imbuh bupati.
Gong Kyai Pradah ini konon adalah salah satu benda yang dibawa oleh Pangeran Prabu yang melarikan dari Kerajaan Surakata. Selain Gong Kyai Becak atau yang kini disebut Kong kyai Pradah, Pangeran Prabu juga membawa wayang krucil. Wayang krucil saat ini di simpan di daerah Kebonsari Kademangan. Sedangkan Gong Kyai Pradah dibawa ke Lodoyo. Nah setiap bulan maulud, warga lokal membersihkan Gong Kyai Pradah ini dengan bunga setaman. Masyarakat memiliki keyakinan ada banyak manfaat dari air bekas siraman. Makanya setiap tahun ada banyak orang yang datang saat prosesi siraman. “Ini menjadi tradisi sekaligus wisata yang dilestarikan oleh masyarakat,” pungkasnya. (mha/yog/hms)