Penggerak Literasi di Kaki Gunung Kelud, Cakni Kobarkan Pendidikan Karakter
Soekarni, akrab disapa Cakni, salah seorang penggerak literasi di Kabupaten Blitar. Tepat di kaki lereng Gunung Kelud, Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Salah satu ruangan rumahnya telah diwakafkan menjadi area perpustakaan yang setiap saat didatangi puluhan anak-anak. Baik datang untuk sekadar bermain ataupun berdiskusi pelajaran sehari-hari.
Dimulai sejak tahun 2012 lalu, kata Cakni, rumah baca tersebut dibuat sebagai perwujudan cintanya kepada lingkungan. “Kalau ngomong Cakni (sebagai) pegiat literasi itu berat,” katanya merendah.
Dia menceritakan jika tidak ada latar belakang disiplin ilmu literasi dalam pengalaman pendidikannya. “Sebenarnya dari awal membangun perpustakaan dari keperihatinan karena di desa ini (dulu) sering ketinggalan informasi,” ujar Cakni.
Mengaku berangkat dari pengalaman menjadi aktivis lingkungan, Cakni akhirnya terpanggil membuat rumah baca dengan maksud menyampaikan hobinya sebagai pecinta alam. Berangkat hanya dari 2 kardus buku, perpustakaan yang dikelolanya terus mendapat perhatian masyarakat. Melalui kepedulian pegiat komunitas sosial lain, serta kegigihan Cakni, Tidak hanya koleksi buku terus ditambah, rumah baca Cakni hari ini juga telah banyak menginisiasi perpustakaan masyarakat lain. Dari sekian agenda di rumah baca, Kemah Literasi menjadi agenda rutin yang menyita perhatian. Tidak hanya soal membudaya baca buku, kemah literasi juga mempraktekkan teori dalam membentuk pendidikan karakter anak (peserta kemah literasi). “Latar belakang kami (tempat tinggal) di lereng kaki Gunung Kelud, 100 meter dari rumah baca kami adalah kantong penahan lahar Gunung Kelud,” tutur Cakni.
Kemah literasinya lebih banyak memakai konsep pendidikan lingkungan. Cakni berharap dapat memberikan pendidikan tanggap bencana kepada anak-anak dengan pendekatan melalui buku. Tidak tanggung-tanggung, lebih dari 50 anak hadir dari berbagai desa. Tidak hanya itu saja, relawan yang hadir pun banyak yang datang dari luar provinsi. Semua itu tidak dikenakan biaya.
Cakni memberikan sedikit kritik terhadap berubah-ubahnya sistem pendidikan, yang membuat siswa harus mencari buku baru. sehingga buku menjadi barang berharga selangit. Seharusnya, orientasi pendidikan membebani wali murid. “Mungkin pengembangan kualitas pendidikan bisa melalui pendidikan karakter” tutup, Cakni. (bar/yog)