Amman, 17/6 – Raja Abdullah dari Yordania pada Selasa memperingatkan bahwa rencana Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki bulan depan akan mengancam stabilitas di Timur Tengah.
Dalam video konferensi dengan para pemimpin Kongres dan komite AS, Abdullah “memperingatkan bahwa langkah sepihak Israel untuk mencaplok lahan di Tepi Barat tidak dapat diterima sekaligus membuat pupus harapan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut,” bunyi pernyataan pihak istana.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netahnyahu berjanji memperluas kedaulatan permukiman Yahudi dan Lembah Yordan di Tepi Barat, wilayah Yordania yang dirampas Israel dalam perang Timur Tengah 1967 sekaligus yang diupayakan rakyat Palestina untuk sebuah negara.
Pemerintah baru Netanyahu akan mulai membahas pencaplokan de fakto pada 1 Juli tetapi tak diketahui pasti apakah sekutu utama Israel, Amerika Serikat, akan memberikan lampu hijau untuk langkah tersebut.
Yordania, yang memilik perbatasan terpanjang dengan Israel, merupakan sekutu dekat Barat dan satu-satunya dari dua negara Arab yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.
Abdullah, yang menurut ajudannya sangat prihatin dengan rencana pencaplokan, mengatakan kepada anggota dewan AS bahwa perdamaian hanya akan hadir dengan didirikannya “negara Palestina yang independen, berdaulat dan layak,” dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Israel harus menarik diri dari wilayah yang dirampasnya selama perang Arab-Israel pada 1967, tambahnya.
Para pejabat khawatir bahwa pencaplokan akan mengubur harapan negara Palestina yang layak dan pada akhirnya membawa penyelesaian konflik puluhan tahun dengan mengorbankan Yordania, sebuah negara di mana banyak orang keturunan pengungsi Palestina yang keluarganya menyelamatkan diri pasca terbentuknya Israel pada 1948.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pekan alu mengatakan langkah seperti itu akan memiliki dampak “bencana” dan tidak akan lolos tanpa respons Yordania.
Para pejabat belum mengungkapkan langkah apa yang akan dipertimbangkan oleh Amman sebagai aksi balasan, tetapi sejumlah politisi menuntut pembekuan perjanjian damai dan pembatalan kesepakatan bernilai miliaran dolar terkait pasokan gas.
Sejumlah negara Eropa dan Arab telah memperingatkan potensi kekerasan dan dampak diplomatik. Mereka bersama PBB telah mendesak Israel untuk tidak mencaplok permukiman, yang dianggap banyak negara sebagai tindakan ilegal. (ANT/ZA)