Washington, 17/6 – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluarkan surat perintah, Selasa (16/6), yang menurut dia akan mereformasi kepolisian, meskipun ia kerap mendesak aparat untuk menegakkan “hukum dan ketertiban” saat menghadapi massa pengunjuk rasa.
Trump sering dikritik warga karena kebijakan dan pernyataan kerasnya dapat memperparah perselisihan antarras di AS.
Setelah massa turun ke jalan selama berminggu-minggu menentang rasisme dan aksi brutal polisi, Trump membuat kebijakan yang menanggapi diskriminasi rasial dalam sistem penegakan hukum. Langkah itu dilakukan Trump saat ia mencalonkan diri untuk kembali menjabat sebagai presiden AS pada pemilihan presiden 3 November 2020.
Trump, seorang politisi Partai Republik, membuka sambutannya dengan menyampaikan simpati kepada keluarga korban. Ia berjanji akan menegakkan keadilan dan menjanjikan keluarga mereka tidak akan meninggal dunia sia-sia. Tak lama kemudian, Trump langsung membela aparat penegak hukum dan mengancam akan menghukum para penjarah.
Ribuan massa di puluhan kota AS turun ke jalan selama lebih dari dua minggu memprotes tewasnya George Floyd, seorang warga kulit hitam AS, oleh seorang polisi kulit putih dari Kota Minneapolis, Derek Chauvin, pada 25 Mei.
“Rakyat Amerika menginginkan hukum dan ketertiban, mereka meminta hukum dan ketertiban,” kata Trump pada sesi upacara di Gedung Putih. Trump kembali mengulang pesan yang membuat para pengunjuk rasa geram. Massa di New York sampai Los Angeles turun ke jalan berunjuk rasa.
“Warga Amerika tahu kebenarannya. Tanpa polisi, hanya akan ada kekacauan, tanpa hukum, akan ada anarki,, tanpa keamanan, akan ada bencana,” kata dia.
Lewat unggahannya di Twitter, Trump meminta aparat menindak para pengunjuk rasa dan menekankan pentingnya aksi setingkat militer untuk mengendalikan mereka yang turun ke jalan karena geram atas kematian Floyd dan warga kulit hitam lainnya.
Dalam pidatonya di Rose Garden, Gedung Putih, Trump lebih memilih mengkritik Barack Obama, presiden kulit hitam pertama AS, terkait rekam jejaknya mereformasi kepolisian, daripada mendorong persatuan di tengah masyarakat.
Hasil jajak pendapat menunjukkan ada kekhawatiran luas di tengah masyarakat AS terhadap aksi brutal polisi.
Instruksi presiden yang dikeluarkan Selasa (16/6) mendorong kepolisian untuk mengikuti standar penegakan hukum terbaru, meningkatkan akses berbagi informasi sesama polisi, sehingga mereka dengan rekam jejak buruk tidak akan dipekerjakan tanpa ada pemeriksaan latar belakang.
Trump juga memerintahkan para pekerja sosial dan penegak hukum untuk tidak menggunakan kekerasan saat menghadapi tersangka kasus narkoba dan tuna wisma, demikian kata beberapa pejabat terkait.
Presiden juga mengusulkan akan mengalokasikan dana federal ke departemen kepolisian yang mendapatkan sertifikasi dari badan eksternal. Instruksi baru itu turut melarang aparat mencekik, kecuali nyawa mereka terancam. Aturan baru itu juga mendorong polisi untuk mengurangi penggunaan senjata mematikan, misalnya alat kejut listrik.
Kelompok oposisi, di antaranya termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi, mengatakan instruksi presiden itu masih belum cukup,
Trump menegaskan ia menentang gerakan “kurangi anggaran kepolisian” atau “defund the police” yang hanya dapat dilakukan dengan memikirkan kembali atau membongkar sistem kepolisian saat ini. Para politisi Partai Demokrat, termasuk calon presiden Joe Biden, juga tidak menyambut usulan itu. Namun, politisi Partai Republik secara terbuka menolak permintaan tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dipimpin Partai Demokrat pada akhir bulan ini kemungkinan akan menggelar pungutan suara untuk mengesahkan rancangan undang-undang yang diajukan Kaukus Warga Kulit Hitam Kongres. Beleid itu bertujuan meningkatkan sanksi terhadap polisi yang melanggar hukum.
Sementara itu, anggota Senat dari Partai Republik kemungkinan juga akan membawa rancangan UU-nya, Rabu. Beleid itu terkait dengan pengumpulan data pada tingkat kebijakan di daerah yang melaporkan banyak kasus kekerasan aparat. Trump mendesak Kongres untuk bertindak.
Partai Demokrat menginginkan korban kekerasan aparat beserta keluarga korban dapat menuntut kepolisian. Politisi Partai Republik mendorong adanya beleid yang dapat mengurangi perlindungan terhadap para anggota serikat penegak hukum.
Keputusan Trump melarang petugas mencekik mirip dengan salah satu pasal dalam beleid yang diusung Partai Demokrat.
Anggota parlemen dari Partai Republik tidak satu suara menanggapi masalah tersebut.
Inimai Chettiar, anggota Justice Action Network, mengatakan penggunaan hibah untuk mempengaruhi kebijakan kepolisian dapat jadi cara efektif untuk mereformasi kepolisian. Namun, ia mencatat Kementerian Hukum menentang upaya itu.
“Saya skeptis terhadap seberapa jauh instruksi ini akan dilaksanakan,” kata dia.
Kelompok pegiat hak sipil lainnya mengatakan perintah Trump belum cukup mengubah sistem kepolisian. (ANT/ZA)