Laporan UNESCO soroti persoalan eksklusi dalam buku pelajaran

Nasional376 Dilihat
banner 468x60

Jakarta, 24/6 – Laporan Pemantauan Pendidikan Global 2020 Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization/​​​​​​UNESCO) menyoroti persoalan eksklusi dalam buku pelajaran bahasa Inggris.

“Laporan Pemantauan Pendidikan Global UNESCO 2020, Inklusi, dan Edukasi: Semua berarti semua” yang dikeluarkan pada Selasa (23/6) memaparkan hasil analisis Global Education Monitoring (GEM) yang menunjukkan adanya persoalan yang dapat melestarikan stereotip representatif minoritas etnis, bahasa, agama, dan adat dalam buku pelajaran.

“Memikirkan kembali masa depan pendidikan adalah yang paling penting setelah pandemi COVID-19, menyoroti ketidaksetaraan yang semakin melebar. Kegagalan untuk bertindak akan menghambat kemajuan masyarakat,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam keterangan tertulis organisasi yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut analisis GEM, buku pelajaran mungkin mengakui kelompok-kelompok minoritas lewat cara yang mengurangi atau memperburuk persepsi terhadap mereka atau persepsi minoritas terhadap diri sendiri.

Laporan UNESCO menyebut adanya gambaran yang tidak sesuai yang menghubungkan karakteristik tertentu dengan kelompok populasi tertentu, yang dapat membuat siswa dengan latar belakang yang tidak umum merasa tidak terwakili, disalahpahami, frustrasi, dan terasing.

Menurut laporan itu, di banyak negara perempuan sering menghadapi stereotip dan kurang terwakili.

Laporan pemantauan pendidikan global menyebutkan, keterwakilan perempuan dalam teks dan gambar buku pelajaran bahasa Inggris sekolah menengah 44 persen di Indonesia, 37 persen di Bangladesh, dan 24 persen di Provinsi Punjab, Pakistan.

Selain itu, perempuan sering kali ditampilkan dalam pekerjaan yang kurang bergengsi dan bersifat tertutup dalam buku pelajaran bahasa Inggris.

Direktur Laporan Pemantauan Pendidikan Global Manos Antoninis mengatakan COVID-19 telah memberi kesempatan nyata untuk menerapkan pemikiran baru tentang sistem pendidikan di dunia.

Namun dia mengakui bahwa peralihan ke dunia pendidikan yang menghargai dan menyambut keberagaman tidak akan terjadi dalam semalam. (ANT/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui