Ancaman Krisis Pangan, Peneliti Ingin Hambatan Perdagangan Dihapuskan

Nasional324 Dilihat
banner 468x60

Jakarta, 16/7 – Kepala Pusat Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menginginkan agar berbagai hambatan perdagangan yang masih terdapat di berbagai negara dapat dihapuskan sebagai upaya guna mengatasi ancaman krisis pangan yang diperingatkan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).

“Salah satu cara untuk memastikan ketahanan pangan adalah melalui perdagangan antar negara,” kata Felippa Ann Amanta dalam rilis di Jakarta, Kamis.

banner 336x280

Menurut dia, ancaman krisis pangan seperti yang telah diperingatkan oleh FAO sebaiknya disikapi secara serius karena ketahanan pangan merupakan sesuatu yang krusial dalam rangka menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi.

“Salah satu yang terpengaruh adalah pangan dan pertanian yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan. Dampaknya antara lain adalah melambatnya produksi, terbatasnya akses transportasi dan logistik akibat ditutup atau dibatasinya saluran distribusi,”  ujarnya.

Ia melanjutkan, fenomena kekurangan pangan atau inflasi pangan akan membahayakan penduduk, terutama kaum miskin yang rentan yang bahkan pada hari-hari biasa dapat menghabiskan hingga 60 persen dari pendapatan mereka untuk makanan.

Felippa memaparkan bahwa negara-negara, termasuk Indonesia, memiliki dua pilihan terkait upaya memastikan ketahanan pangannya, yaitu menurunkan atau mempertahankan/meningkatkan hambatan perdagangan mereka.

“Negara-negara pengekspor harus terus mengekspor komoditas mereka, dan negara-negara pengimpor juga dapat membantu memfasilitasi itu dengan menurunkan hambatan perdagangan. Ini akan mendorong perdagangan pangan dan pertanian global untuk terus berlanjut, walaupun dibayangi adanya tantangan logistik,” ucapnya.

Namun, lanjut Felippa, perdagangan juga tidak boleh mengabaikan berbagai protokol terkait kesehatan dan keselamatan untuk memastikan keselamatan pekerja yang terlibat di dalamnya.

Felippa menambahkan, Indonesia membutuhkan kerjasama global walau diikuti adanya risiko berhubungan dengan negara lain yang juga berjuang untuk mengurangi pandemi di negara mereka sendiri.

“Penutupan ekspor sendiri juga berpotensi menyebabkan krisis pangan global karena kekurangan pasokan berkontribusi besar pada kenaikan harga pangan global. Di saat yang bersamaan, Indonesia ingin dan perlu mengimpor komoditas pangan lain, tetapi masih berjuang untuk mengimpor karena kebijakan proteksionis kita yang dipaksakan sendiri yang menambah keterlambatan yang mahal,” ujarnya.

Sebagaimana diwartakan, World Trade Organization (WTO) memperkirakan, perdagangan internasional bakal menyusut 13 – 32 persen pada tahun 2020. Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga memperkirakan aliran investasi asing langsung juga akan turun hingga 30 – 40 persen pada 2020.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut Indonesia memerlukan lumbung pangan baru sebagai cadangan logistik untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pangan.

“Saya kira kita tahu semuanya, FAO sudah mengeluarkan peringatan bahwa krisis pangan akan melanda dunia karena pandemi, juga karena memang adanya musim yang tidak bisa diatur dan diprediksi. Oleh sebab itu, kita menyiapkan sekarang ini yang namanya cadangan logistik nasional,” ujar Presiden Jokowi di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7).

Pengembangan lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa saat ini sedang dalam proses pengerjaan dan diharapkan bisa menjadi sumber cadangan logistik nasional untuk mencegah kekurangan pasokan pangan dalam negeri. Cadangan logistik tersebut juga digunakan untuk mengantisipasi krisis pangan sebagaimana yang diperingatkan oleh FAO.

(ANT/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui