Sila Keempat Diabaikan, Demokrasi Jalanan Akan Bermunculan

Blitar- Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang di motori oleh sejumlah tokoh-tokoh nasional, mengharapkan sila keempat agar tidak diabaikan. Karena dalam sila keempat tersebut banyak sekali kandungan nilai tentang kehidupan masyarakat.

Sejumlah deklarator seperti Din Syamsudin, Amin Rais bahkan turut pula di hadiri mantan Panglima Gatot Nurmatyo. KAMI berpendapat bahwa saat ini kondoi bangsa Indonesia sudah jauh dari nilai sila keempat. Karena saat ini secara nyata banyak sekali ketimpangan dalam hal sosial, politik, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Menyikapi terhadap aksi tersebut, aktivis anti korupsi Blitar, Mohamad Trijanto mengatakan saat di temui Tim Lintas7news. Trijanto mengatakan bahwa aksi KAMI tersebut, adalah gerakan moral yang dilandasi dengan fakta riil tentang kondisi bangsa Indonesia saat ini. Dimana dalam sila keempat salah satunya adalah tentang nilai kerakyatan yang saat ini sudah berunah menjadi nilai kematerialan. Rakyat terus menerus “dibohongi” dengan kesejateraan melalui berbagai kebijakan dan program.

“ Saya rasa gerakan yang dilakukan KAMI adalah sebuah bentuk kekecewaan terhadap pemerintah saat ini, karena kondisi bangsa yang telah kritis. Selain itu, adanya pemimpin yang tidak mencerminkan keinginan rakyat dalam hal ekonomi, sosial dan politik,” ujar Trijanto.

Bertumbuh kembangnya gerakan ini, bisa menjadi stimulan untuk munculnya gerakan-gerakan lain, terutama gerakan demokrasi jalanan yang menuntut adanya demokrasi yang berkerakyatan. Bukan demokrasi tiran. Politik sebagai salah satu alat negara sudah tidak mencerminkan lagi sebagai salah satu kendaraan rakyat untuk mengayomi segala aspek kehodupan berbangsa.

“ Saya hanya kawatir, bila pemerintah ridak segera bertindak dalam memperbaiki demokrasi, nantinya akan banyak bermunculan gerakan demokrasi jalanan, dan ini akan menjadi masalah baru bagi pemerintah saat ini,” tambah Trijanto.

Trijanto juga mengatakan bila saat ini di cermati dari segi politik, munculnya anak dan menantu presien yang akan maju pada pilkada, bahkan saat ini partai terbesar di negeri ini sudah menancapkan kekuasaanya pada lingkaran  politik. Seperti contohnya dibeberapa daerah, dengan melihat profil tokoh, kemudian partai memberikan keleluasaan dibanding dengan kader yang sudah lama setia terhadap partainya.

“ Banyak sekali, ketimpangan saat ini saya rasa. Dari sisi politik terdapat sejumlah anak dan keluarga dari pemegang kekuasan pemerintah atau politik yang mengutamakan keluarga dari pada kader yang sudah puluhan tahun setia pada partai, ini salah satu contohnya,” kata Trijanto.

Disisi lain, banyak aset dan sumber daya bangsa ini yang sudah di kelola oleh asing, dengan melihat fakta yang ada. Masuknya para tenaga kerja asing juga berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Salah satunya akan menimbulkan ketimpangan sosial. Pemerintah setidaknya lebih mengutamakan tenaga kerja dalam negri dengan menggunakan tenaga ahli dari luar negeri. Tidak malah semua tenaga kerja dan tenaga ahli di datangkan untuk mengurus sumberdaya di Indonesia.

Trijanto berharap dengan adanya deklarasi KAMI yang kemarin itu bisa membuat para penguasa dan politikus terbuka hatinya melihat betapa rusaknya kondisi bangsa saat ini. Jika ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin peristiwa 98’ akan dapat muncul kembali dengan skala yang lebih besar.(AN)

Bagikan Melalui