Jakarta – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tak menemukan indikasi pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dan Deputi Penindakan Karyoto terkait laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal operasi tangkap tangan rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Dilansir dari CNNIndonesia.com Syamsuddin Haris, salah satu anggota Dewas KPK mengatakan “Setelah laporan pengaduan tersebut dipelajari, dewas tidak menemukan indikasi pelanggaran etik”.
Syamsuddin mengatakan kasus yang dilaporkan LSM antikorupsi itu sudah diputus dalam sidang etik dengan terperiksa Plt. Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Aprizal. Pihaknya pun sudah menyampaikan keputusan tersebut kepada ICW.
Dikonfirmasi terpisah, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai Dewas KPK tidak menggali kebenaran materiil dalam penanganan perkara operasi tangkap tangan (OTT) yang menyasar pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta UNJ.
Kurnia mengatakan bahwa dalam berkas putusan Aprizal, Firli berkukuh mengambil alih penanganan kasus yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud.
“Pada halaman 6 putusan dewan pengawas yang dijatuhkan terhadap Aprizal, tertera jelas percakapan antara Aprizal dengan Firli Bahuri. Dalam percakapan tersebut terlihat bahwa adanya pemaksaan dari Firli Bahuri untuk menangani perkara yang sedari awal dilakukan oleh Itjen Kemendikbud,” ujarnya.
ICW melaporkan Firli dan Karyoto atas dugaan pelanggaran etik pada Senin (26/10) lalu.
Selain pemaksaan penanganan kasus, Kurnia menilai Firli telah membuat kesimpulan sendiri bahwa ditemukan unsur tindak pidana dalam pendampingan yang diberikan. Padahal, Kurnia menduga jenderal polisi bintang tiga itu tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
Tindakan Firli dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian, lanjut Kurnia, juga diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.
Catatan keempat, ia menilai bahwa tindakan Firli mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan ataupun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya.
Dalam kasus pelanggaran kode etik terkait OTT di UNJ dan Kemendikbud, Dewas KPK sebelumnya sudah mengadili Aprizal sebagai Terperiksa.
Aprizal dinyatakan terbukti melanggar kode etik sebagaimana diatur Pasal 5 Ayat 2 huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020.
Ia dijatuhi hukuman sanksi ringan berupa teguran lisan. Berdasarkan Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020, teguran lisan disebutkan berlaku selama 1 bulan. Selama waktu tersebut, Aprizal tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.
(CNN/ZA)