Lintas7News.com – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengajak seluruh negara di dunia membuat aturan hukum khusus untuk mengatur kegiatan raksasa media sosial, seperti Twitter dan Facebook.
Dilansir dari CNNIndonesia.com Guterres meyakini tidak seharusnya pemerintah dan penduduk pasrah dan tunduk seolah perusahaan raksasa media sosial itu sangat berkuasa menentukan kebijakan mereka sendiri. Dia mencontohkan seperti kebijakan Twitter yang secara sepihak menutup akun Donald Trump.
Guterres menyarankan seluruh negara membuat mekanisme khusus guna mengatur perusahaan media sosial sehingga sejalan dengan kerangka kerja dan aturan hukum yang berlaku di sebuah negara.
“Saya tidak berpikir bahwa kita dapat hidup di dunia di mana terlalu banyak kekuasaan diberikan kepada sejumlah kecil perusahaan,” kata Guterres dalam jumpa pers di markas PBB di New York, Amerika Serikat.
Guterres bahkan menyatakan dia khawatir terhadap kekuatan media sosial.
Menurut dia, volume informasi yang dikumpulkan dari para pengguna medsos, di mana para pengguna tidak bisa mengendalikannya, termasuk data yang berkaitan dengan pribadi pengguna yang tidak hanya digunakan untuk kepentingan komersil, tetapi juga bisa dipakai untuk mengubah sikap dan perilaku. Dari segi politik, kekuatan medsos sangat berisiko untuk disalahgunakan buat mengendalikan rakyat di sebuah negara.
Menurut Guterres gagasan itu sangat membutuhkan ruang dialog untuk bertukar pikiran secara serius, dan hal itu merupakan salah satu objek dari Peta Jalan Kerja Sama Digital yang dia luncurkan pada Juni 2020.
Gagasan Guterres itu berfokus di delapan bidang, termasuk mencapai konektivitas universal Internet pada 2030, mempromosikan kepercayaan dan keamanan di lingkungan digital, dan membangun kerangka kerja yang lebih efektif untuk kerja sama digital.
“Masalah teknologi digital seringkali terlalu rendah dalam agenda politik,” ujar Guterres.
Di antara ketentuan peta jalan adalah ajakan untuk memperkuat Forum Tata Kelola Internet, yang mempertemukan orang-orang dari berbagai kelompok di sektor publik dan swasta untuk membahas masalah kebijakan publik terkait dengan Internet. Tujuannya supaya lebih responsif dan relevan dengan permasalahan dunia digital saat ini.
Twitter memutuskan menutup permanen akun Trump karena cuitannya dinilai memantik kerusuhan yang dilakukan para pendukungnya di Gedung Kongres pada 6 Januari lalu.
Kelompok konservatif di AS menuduh tindakan Twitter dengan melakukan sensor seperti menutup akun Trump melanggar hak kebebasan berpendapat yang dijamin dalam amandemen pertama Undang-Undang Dasar AS.
(CNNIndonesia/ZA)