Lintas7News.com – Junta militer Myanmar dilaporkan melancarkan serangan udara untuk membalas gempuran milisi etnis Karen, Serikat Nasional Karen (KNU), di perbatasan Thailand pada Rabu (28/4).
Kepala urusan luar organisasi KNU, Padoh Saw Taw Nee, mengonfirmasi serangan ini. Menurutnya, serangan ini tak adil.
“Ini bukan cara yang baik untuk balas dendam karena serangan udara ini lebih kuat ketimbang kekuatan milisi,” ujar Taw Nee.
Ia juga mengkritik junta militer karena melakukan serangan di daerah yang terdapat populasi warga sipil.
“Mereka seharusnya menargetkan militer, tapi sekarang warga sipil juga terluka,” ucap Taw Nee.
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Taw Nee juga menegaskan bahwa KNU tak melancarkan serangan apa pun di hari itu.
Meski demikian, KNU memang mengklaim berhasil merebut salah satu pos militer Myanmar dalam pertempuran di perbatasan dekat Thailand pada Selasa (26/4) dini hari.
Menurut laporan pejabat Thailand, junta membalas serangan itu dengan melancarkan gempuran di daerah kekuasaan KNU pada Rabu.
Gubernur Provinsi Mae Hong Son di Thailand, Sitchichai Jindaluang, mengatakan bahwa suara tembakan dan ledakan bom terdengar di dekat pangkalan militer Dar Gwin, Myanmar, sekitar pukul 09.00.
“Diduga tentara [Myanmar] melepaskan tembakan untuk melindungi markas mereka,” kata Jindaluang dalam pernyataan resmi yang dikutip AFP.
Sekitar siang hari, kata Jindaluang, dua pesawat militer Myanmar “melancarkan serangan udara dan melepaskan tembakan dari udara” diikuti tembakan roket dari helikopter.
Jindaluang mengatakan bahwa akibat serangan ini, setidaknya 68 warga sipil Myanmar mengungsi ke Thailand pagi ini, Kamis (29/4).
Pertarungan antara KNU dan militer Myanmar memang kerap terjadi. Namun, kontak senjata kian sering setelah militer
Selain KNU, sejumlah milisi etnis lain di perbatasan-perbatasan Myanmar juga mulai melancarkan serangan untuk mendukung perjuangan demonstran antikudeta.
Pergolakan di Myanmar pun kian besar. Berdasarkan laporan sejumlah kelompok pemantau, lebih dari 750 orang tewas dalam bentrok antara warga sipil dan junta sejak kudeta.
Panglima junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, sendiri sudah menyepakati konsensus dalam KTT ASEAN akhir pekan lalu.
Poin pertama konsensus itu berbunyi, “Kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.”
Sepulangnya Min Aung Hlaing dari KTT di Jakarta itu, junta menyatakan bahwa mereka akan menuruti konsensus itu jika kondisi di Myanmar stabil.
(CNNIndonesia/RI)