Lintas7News.com – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak hormat sebagai penyidik terhadap Stepanus Robin Pattuju (SRP).
Dewas menilai Robin bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman pimpinan berupa berhubungan langsung dan tidak langsung dengan tersangka, terpidana, dan pihak lain yang ditangani KPK.
“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK,” ujar anggota Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean dalam amar putusannya, Senin (31/5).
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Dewas menyebut Robin telah menyalahgunakan wewenang selaku penyidik untuk kepentingan pribadi. Dalam amar putusannya, Dewas menyebut Robin telah menunjukkan tanda pengenal sebagai penyidik kepada orang yang tidak berkepentingan.
Robin dinilai telah melanggar pasal 4 ayat 2 huruf a b dan c peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penindakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku.
“Menyatakan terperiksa bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman pimpinan berupa berhubungan langsung dan tidak langsung dengan tersangka, terpidana dan pihak lain yang ditangani oleh KPK,” kata dia.
Selain itu, Dewas juga menyebut Robin bersalah karena terbukti meminta sejumlah uang dan gratifikasi kepada pihak yang tengah berperkara atau ditangani KPK.
“Itu pelanggaran kode etika yang semua dinyatakan terbukti sesuai pelanggaran kode etik yang ditetapkan Dewas,” kata Tumpak.
Dalam kasus ini, Robin bersama Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS) dan Maskur Husain (MH) selaku pengacara, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021.
Robin bersama Maskur membuat komitmen dengan Syahrial terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang Rp1,5 miliar.
Kasus tersebut juga menyeret nama Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Azis Syamsuddin, karena diduga memfasilitasi pertemuan antara Robin dengan Syahrial di rumah dinasnya, Oktober 2020.
(CNNIndonesia/RI)