Lintas7News.com – Pemerintah berencana menaikkan tariff Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen.
PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.
Rencana itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Rencana pemerintah itu pun menuai polemik di media sosial Twitter. Sejumlah netizen tampak tidak sepakat dengan rencana itu karena dinilai memberatkan.
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Salah satu netizen yang berkomentar terkait rencana itu adalah @putrioneth. Dia mengingatkan tidak semua masyarakat Indonesia merupakan orang kaya seperti Sisca Kohl. Sisca adalah seorang pembuat konten di TikTok yang dikenal merupakan keluarga berada.
“PPN 12% untuk sembako belum lagi sekolah. Dikira rakyatnya hidup kek Sisca Kohl semua apa?” kicau @putrioneth, Kamis (10/6).
Sedangkan akun @darjvk menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen, termasuk untuk sembako sebagai tindakan yang keterlaluan. Pasalnya, dia melihat kondisi ekonomi masyarakat sedang menurun karena pandemi Covid-19.
“Sembako yg merupakan kebutuhan pokok di kenakan PPN 12% ini sudah keterlaluan, kondisi pandemi kaya gini ekonomi lg susah cari uang susah malah di palak negara, tolong lah buat pemerintah jangan menambah beban rakyat,” kicau @darjvk.
Adapun @ErdinHaryansyah berkelakar terkait nikmatnya menjadi rakyat ‘gembel’. Selain gaji dipotong akibat pandemi, dia menyebut bakal semakin terbebani karena pajak embalo menjadi 12 persen.
“Gaji di potong karna pandemi, sembako dikenakan PPN 12%. Nikmatnya jdi rakyat gembel,” ujar @ErdinHaryansyah.
Di sisi lain, @FluffyFlowerB mengajak netizen untuk pindah kewarganegaraan. Pasalnya, hidup di Indonesia yang sudah berat semian dibebani dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen.
“Idup makin berat, yuklah pindah citizenship (PPN 12%),” kicau @FluffyFlowerB.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah tak akan berbuat konyol dalam menetapkan kebijakan.
Pasalnya, pemerintah saat ini sedang mati-matian memperjuangkan pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi Covid-19. Sehingga, pemerintah berusaha mengoptimalkan pendapatan dari penerimaan pajak.
Menurutnya, optimalisasi pajak juga sudah dilakukan di beberapa negara lain meski pandemi Covid-19 masih merebak, seperti Amerika Serikat (AS).
Selain itu, Yustinus mencontohkan 24 negara menerapkan tarif PPN di atas 20 persen, 104 negara 11 persen-20 persen. Lalu, selebihnya beragam 10 persen ke bawah.
(CNNIndonesia/RI)