Lintas7news.com – Konflik agraria tidak hanya diselesaikan secara administrasi saja, melainkan harus diselesaikan dengan cara berkoordinasi dengan kementerian terkait, sehingga masyarakat juga memiliki kekuatan hukum.
Hal ini disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto dalam melakukan kunjungan kerja pertamanya ke kantor ATR/BPN Kabupaten Malang, Minggu (19/6/2022).
Sekedar diketahui, tanah sengketa di Kabupaten Malang sudah terjadi sejak lama dan tak kunjung ada penyelesaian. Tanah sengketa tersebut mencapai luas ribuan hektare. Konflik tersebut melibatkan masyarakat, militer dan pihak perkebunan.
Salah satu kasus sengketa tanah tersebut diantaranya tanah warga di tujuh desa di Kecamatan Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading berseteru dengan PT Perkebunan Nasional XII atas lahan Kalibakar seluas 2.050 hektare.
Warga mempersoalkan landasan hak guna usaha (HGU) yang dipunyai PTPN. Konflik memuncak pada pembabatan lahan besar-besaran pada 1998.
“Sengketa tanah yang saat ini tanahnya diduduki masyarakat akan diselesaikan tanpa mengganggu aktivitas warga baik perekonomiannya dan kegiatannya. Pihak pengelola tanah juga tidak merasa diserobot tanahnya,” ujar Hadi.
Sementara itu Ketua Umum Rakyat Tuntut Amanah Keadilan (Ratu Adil), Mohammad Trijanto mengatakan, tanah sengketa yang terjadi di negeri ini harus segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut. Pasalnya, yang dirugikan dalam masalah ini adalah rakyat.
Ketua Umum Rakyat Tuntut Amanah Keadilan (Ratu Adil), Mohammad Trijanto berbicara di depan warga Kabupaten Malang. Foto: ist
“Tanah untuk rakyat adalah harga mati. Kita berharap agar seluruh konflik pertanahan di negeri ini segera diselesaikan sesuai aturan yang berlaku,” jelas Trijanto di depan warga yang hadir saat kunjungan kerja Menteri ATR di Kabupaten Malang.
Dilansir dari SIAGAINDONESIA.ID – Trijanto juga mengingatkan bahwa reforma agraria masuk dalam program Nawa Cita pemerintahan Jokowi sebagai salah satu prioritas nasional dalam pembangunan Indonesia.
Meski reforma agraria merupakan terobosan hukum, namun Trijanto menilai kebijakan ini masih banyak kekurangan dan belum mampu menjawab persoalan-persoalan di lapangan. Karena itu untuk menyelaraskan semangat reforma agraria, harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa berpihak pada konglomerasi.
“Reforma agraria juga harus dilaksanakan tanpa dikotori dengan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme,” tandas pria yang juga aktivis antikorupsi ini.
(SIAGAINDONESIA/RI)