LINTAS7NEWS – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menjelaskan soal protes mahasiswa yang bertema “Indonesia Gelap” yang terjadi di beberapa daerah. Muzani mengungkapkan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini masih dalam tahap awal. Oleh karena itu, menurut Muzani, reaksi kaget dari masyarakat adalah hal yang wajar. Perubahan kebijakan yang besar seringkali memunculkan ketidakpahaman dan ketidaknyamanan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di dalam pemerintahan.
“Pemerintah baru saja memulai beberapa kebijakan penting, termasuk penghematan anggaran. Reaksi seperti kaget dan bahkan berlebihan bisa dimengerti, karena perubahan ini terjadi setelah sekian lama birokrasi berjalan dengan pola yang lebih longgar. Ini adalah bagian dari dinamika perubahan yang wajar terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (19/2/2025).
baca juga : Unjuk Rasa Para Korban Binomo Ke Mabes Polri
Menurut Muzani, kekagetan ini juga dialami oleh banyak pihak dalam pemerintahan, khususnya terkait dengan kebijakan penghematan yang diambil untuk memotong pengeluaran negara yang dianggap kurang produktif. Muzani menekankan bahwa reaksi seperti ini seharusnya bisa dimaklumi, namun sering kali menimbulkan kesalahpahaman yang kontraproduktif terhadap kebijakan yang sedang diterapkan oleh pemerintah.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa Presiden Prabowo memandang unjuk rasa mahasiswa sebagai hal yang sah dalam sistem demokrasi. “Demonstrasi adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang ada dalam demokrasi. Presiden menghargai hal ini, namun juga mengimbau agar masyarakat, khususnya mahasiswa, lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang ada,” jelas Prasetyo.
baca juga : Tuntut Pencabutan UU Cipat Kerja, Buruh Gelar Unjuk Rasa di Depan DPR RI
Prasetyo juga mengingatkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah tidak akan mengganggu sektor pendidikan. “Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sudah memberikan klarifikasi bahwa kebijakan efisiensi ini tidak akan mempengaruhi anggaran untuk pendidikan, seperti beasiswa, biaya UKT, atau pemecatan tenaga honorer. Semua program pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), beasiswa, dan LPDP tetap berjalan tanpa gangguan,” tegas Prasetyo.
Lebih lanjut, Prasetyo menekankan bahwa tujuan dari kebijakan efisiensi adalah untuk memangkas pengeluaran negara yang dianggap tidak produktif, seperti acara seremonial, seminar, dan diskusi yang tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. “Semangat efisiensi ini bukan untuk mengurangi pelayanan publik, tapi untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara agar lebih efektif dan efisien. Rakyat membutuhkan kebijakan yang memberi dampak nyata, bukan sekadar acara yang tidak jelas hasilnya,” tambahnya.**
(sd)