LINTAS7NEWS – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina serta anak perusahaan dan pihak swasta selama periode 2018 hingga 2023. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan sejumlah pejabat di Pertamina yang memiliki posisi penting dalam kebijakan impor dan pengelolaan energi. Menanggapi hal ini, pakar hukum pidana dari Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando, menegaskan bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menjabat pada periode tersebut, Arifin Taslim, harus mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakan yang diambil jika terbukti ada unsur korupsi yang merugikan negara.
baca juga : Kapolres Jember Respon Cepat Laporan Dugaan Korupsi Pasar Balungkulon
Zico menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tindakan merugikan keuangan negara, penyalahgunaan wewenang, atau tindakan korupsi lainnya, seperti suap dalam kebijakan publik, dapat dijerat hukum. “Jika kebijakan impor minyak mentah pada periode 2018-2023 terbukti melibatkan penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara, pihak yang memiliki kewenangan saat itu, termasuk Arifin Taslim, harus bertanggung jawab sesuai hukum,” tegas Zico.
Lebih lanjut, Zico menekankan pentingnya Kejagung dalam menangani kasus ini dengan cara yang profesional dan berbasis bukti. Ia mengingatkan agar penyelidikan dilakukan dengan transparan dan adil untuk menghindari kriminalisasi pihak yang tidak bersalah. “Proses hukum harus dilakukan untuk menindak pelaku dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” ujarnya.
Zico juga menyoroti bahwa Menteri ESDM yang baru, Bahlil Lahadalia, yang dilantik pada Agustus 2024, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan yang berlaku antara 2018-2023. “Bahlil baru menjabat pada Agustus 2024, sehingga secara logis tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan pada periode sebelumnya, kecuali ada bukti bahwa dia terlibat sebelum menjabat,” tambah Zico, meminta publik tidak cepat menyimpulkan keterlibatan Bahlil tanpa bukti yang jelas.
Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtaruddin, juga mendesak Kejagung untuk menelusuri tanggung jawab Arifin Taslim terkait kebijakan impor minyak mentah pada masa jabatannya. “Kejagung harus fokus pada Arifin Taslim sebagai pejabat yang memiliki kewenangan pada masa itu. Kasus ini harus menjadi momentum bagi Pertamina untuk melakukan reformasi tata kelola yang lebih baik,” kata Mukhtaruddin.
Saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, enam di antaranya pejabat dari anak perusahaan Pertamina. Kejagung memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun dalam kasus ini, dengan para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidikan diharapkan dapat dilaksanakan dengan cermat agar setiap pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
baca juga : Kejaksaan tetapkan tersangka baru untuk kasus Tipikor PT PER
Kasus ini menegaskan perlunya pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel dalam sektor energi, terutama di perusahaan negara seperti Pertamina. Pengawasan yang ketat terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya alam juga sangat penting untuk mencegah korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.**
(SD)