YLBHI: 9 Dugaan Pelanggaran HAM Polisi di Desa Wadas

banner 468x60

Lintas7News.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sembilan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) aparat kepolisian selama mengawal pengukuran lahan tambang di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 8-10 Februari lalu.

Sembilan dugaan pelanggaran HAM itu berasal dari 13 poin temuan fakta tindakan polisi dalam kegiatan tersebut.

banner 336x280

“Dari sekian banyak fakta tersebut, terdapat sembilan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian,” tulis YLBHI dalam keterangan yang diunggah di akun instagram resmi @yayasanlbhindonesia sebagaimana dikutip Selasa (15/2).

YLBHI menilai polisi yang ditugaskan turut melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun sembilan dugaan pelanggaran HAM di Desa Wadas antara lain, hak setiap orang untuk hidup, mempertahankan hidup serta kehidupannya. Kemudian, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.

Hak untuk tidak disiksa, hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Lalu, hak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Selain itu hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan tidak boleh diambil sewenang-wenang.

Kemudian hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Terakhir, hak untuk tidak ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang.

Aparat juga dinilai melakukan kekerasan dengan memukul, memiting dan menarik paksa warga. Lalu, ditemukan juga aparat yang masuk ke rumah warga tanpa izin.

Selain itu, YLBHI menyoroti penyitaan HP warga dan menuduh mereka mempublikasikan kondisi Wadas dengan narasi yang provokatif. Menurutnya, penangkapan terhadap warga dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.

Polisi, kata YLBHI, juga melakukan patroli di sekitar Desa Wadas dengan membawa senjata, tameng dan anjing pelacak. Mereka diduga membuat pengumuman kepada warga untuk menyerahkan SPPT dan KK pada malam hari dengan pengeras suara.

Upaya tersebut disebutkan YLBHI dilakukan dengan memaksa. Kurang lebih, ada sekitar 10 personel kepolisian yang mendatangi setiap rumah warga untuk mendatang surat persetujuan proyek pertambangan.

Polisi juga dianggap menggunakan fasilitas warga tanpa izin untuk menyeduh teh dan kopi. Warga merasa diintai lewat beberapa pos yang dibuat.

Akibat tindakan itu warga menjadi trauma dan takut. Situasi juga disebutkan mencekam sehingga membuat warga tak berani melakukan aktivitas sehari-hari.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Sebelumnya Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyatakan pihaknya menemukan kekerasan pihak kepolisian kepada warga Desa Wadas, Purworejo saat melakukan pengamanan pengukuran lahan warga untuk tambang batu andesit.

“Menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju,” kata Beka dalam keterangan resminya, Minggu (13/2).

Selain itu, Komnas HAM juga mendapat informasi bahwa ada beberapa warga sampai saat ini belum pulang ke rumah masing-masing. Kemudian terdapat fakta kerenggangan hubungan sosial antarwarga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit.

Namun, pihak kepolisian membantah sejumlah dugaan kekerasan yang dilakukan aparat selama pengamanan di Wadas.

“Fakta yang ada saat itu di lapangan tidak ada tindak kekerasan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Minggu (13/2).

(CNNIndonesia/RI)

banner 336x280
Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *