Lintas7news.com – Para aktivis mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas dugaan hoax hibah Kementerian PUPR Rp 229,5 miliar.
Desakan itu muncul dari aksi unjuk rasa para aktivis yang tergabung dari Komite Rakyat Pemberantasan Korupsi (KRPK), Front Mahasiswa Revolusioner (FMR) dan Front Perjuangan Petani Mataraman (FPPM) di Kantor Bupati Blitar Kanigoro, Senin (25/4).
Dalam aksi tersebut, pengunjuk rasa membentangkan poster berisi tuntutan di antaranya, Usut Tuntas Pembuat Hoax, Usut Hibah Hoax Rp 229,5 M dan Usut Hoax Hibah.
Koordinator aksi, Moh. Trijanto dalam orasinya mengatakan, kedatangannya ke kantor Bupati Blitar untuk meminta klarifikasi mengenai dugaan hoax hibah Kementerian PUPR Rp 229,5 miliar. Pihaknya juga mengingatkan Pemkab Blitar agar tidak mudah terjebak broker mafia di kementerian.
“Kalau rakyat pembuat hoax dikejar dan dihukum. Bagaimana kalau penguasa yang membuat hoax,ooo juga harus diusut tuntas,” ujar Trijanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim.
Selanjutnya perwakilan massa menggelar dialog dengan Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso, Kepala Bappeda Jumali, Kepala BPKAD Kurdiyanto, Kepala Dinas PUPR Dicky Cubandono dan Kepala Bakesbangpol Budi Hartawan.
Dalam dialog ini Trijanto mengurai bahwa OPD yang mendampingi Bupati dan Wakil Bupati Blitar seharusnya memeriksa dan mengecek ada tidaknya dana hibah dalam APBN 2022.
“Saya yakin Pemkab Blitar terjebak dengan broker-broker mafia di kementerian. Ini sangat merugikan dan harus diusut,” tegas aktivis anti korupsi jaringan Indonesia Coreuption Watch (ICW) ini.
Kemudian terkait dugaan hoax, massa juga mendesak adanya sanksi bagi OPD sebab mereka tidak memeriksa dan meneliti terlebih dahulu. “Harus ada upaya hukum terkait dugaan hoax ini,” tegas Trijanto.
Menanggapi apa yang disampaikan perwakilan massa, Wabup Rahmat didampingi Kepala Bappeda, Jumali memberikan penjelasan terinci awal mulai terjadinya penandatanganan MoU atau kesepakatan hibah infrastruktur di Gedung BPSDM Kementerian PUPR, Jakarta pada 14 April 2022 lalu.
“Jadi jelas dari surat awal Bupati Blitar kepada Kementerian PUPR, diperkuat surat dari DPD RI. Kemudian ada surat balasan dari Kementerian PUPR, sampai ada survei lokasi hingga terjadi penandatanganan MoU atau kesepakatan hibah. Semua jelas resmi kedinasan, ada semua surat-suratnya dan dilakukan di gedung Kementerian PUPR bukan di cafe, hotel atau warung kopi,” terang Wabup Rahmat.
Mengenai dana hibah apakah tercantum dalam APBN, diungkapkan orang nomor dua di Kabupaten Blitar ini kalau anggaran usulan infrastuktur yang diajukan ke Kementerian PUPR bukan APBN tapi dana hibah melalui loan atau pinjaman.
“Jadi tidak ada dalam APBN 2022, oleh karena dalam pembicaraan solusi selanjutnya akan dialokasikan melalui DAK,” ungkap Ketua Umum DPP Ikatakan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) ini.
Selanjutnya perlu diingat juga bahwa MoU atau kesepakatan ini, bukan produk hukum yang mengikat kedua belah pihak. Tapi sebatas kesepakatan, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti melalui perjanjian atau ikatan lainnya.
“Karena bukan produk hukum, MoU bisa saja dibatalkan dan tidak ada konsekuensi hukumnya. Sehingga tidak ada yang dirugikan secara materi, justru Pemkab Blitar dalam hal ini yang menjadi korban,” tandasnya.
Namun keberadaan 14 ruas jalan yang rusak tersebut, memang mendesak untuk diperbaiki. Terkait dengan adanya investasi pabrik gula PT RMI, dimana Thailand sebagai investor sempat melayangkan protes ke Presiden Jokowi.
“Maka sesuai pembicaraan dengan Sekjen Kementerian PUPR, selain loan juga akan dikucurkan DAK untuk mendukung infrastuktur. Dimana sesuai UU nomor 1 tentang Hubungan Perimbangan Pusat dan Daerah, digunakannya tematik sehingga perolehan DAK tahun 2023 akan lebih besar,” bebernya.
Terakhir ditambahkan Wabup Rahmat terkait upaya hukum, memang sudah ada kesepakatan dengan Sekjen PUPR untuk melaporkan dugaan pemalsuan tandatangan ke Bareskrim Mabes Polri.
“Karena menurut Pak Sekjen PUPR, ada pemalsuan tanda tangan. Terakhir saya juga sampaikan permintaan maaf, karena euforia mendapat bantuan hibah jadi kurang teliti dan terima kasih ada kritik dan masukan teman-teman KRPK, FMR dan FPPM,” imbuhnya.
(RI)