Sederet Derita Warga Inggris Akibat Mahalnya Biaya Hidup

Internasional753 Dilihat
banner 468x60

Lintas7news.com – Resesi di Inggris menyebabkan warga negara Eropa Barat itu berhadapan dengan biaya hidup yang meroket, terutama kenaikan tagihan listrik dan energi lainnya seperti gas.

Resesi terjadi akibat harga energi yang semakin mahal imbas invasi Rusia ke Ukraina, kebijakan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit, dan inflasi yang terjadi usai relaksasi perekonomian usai pandemi Covid-19.

banner 336x280

Dilansir dari CNNIndonesia.com, berdasarkan estimasi Institut Ekonomi dan Penelitian Sosial Nasional, sebanyak 1,5 juta rumah tangga Inggris bakal kesulitan membeli makanan dan membayar tagihan energi kala krisis biaya hidup ini

Berikut tiga dampak resesi dan kenaikan biaya hidup yang dialami warga:

1. Tidak Makan Demi Bayar Tagihan Listrik

Jutaan orang Inggris rela tidak tidak makan demi membayar listrik imbas krisis energi yang menimpa negara tersebut.

Menurut laporan Money Advice Trust diperkirakan 20 persen orang dewasa Inggris atau 10,9 juta orang menunggak tagihan listrik. Angka ini naik sekitar 45 persen sejak perhitungan terakhir di Maret lalu.

Selain itu, berdasarkan survei opinium, terdapat 5,6 juta warga rela mengurangi jatah makan dalam tiga bulan terakhir sebagai akibat dari krisis. Ini termasuk melewatkan makan, makan sekali sehari, atau tidak makan sama sekali pada beberapa hari.

Kepala Eksekutif Opinium Joanna Elson menyatakan jaminan harga energi pemerintah telah memang meredakan ketakutan akan kenaikan tagihan di masa yang akan datang. Namun, krisis terlanjur berdampak pada jutaan orang.

“Banyak rumah tangga sudah menghadapi pilihan yang tidak mungkin, seperti melewatkan makan hanya untuk menyalakan lampu,” kata Elson.

2. Jual Barang Pribadi Demi Sambung Hidup

Tidak hanya mengurangi jatah makan, Opinium mengatakan hampir 8 juta warga Inggris sampai harus menjual barang pribadi atau alat rumah tangga demi meringankan biaya hidup terutama menutupi tagihan listrik.

3. Anak Sekolah Tak Mampu Beli Makan Siang

Beberapa kepala sekolah di Inggris melaporkan anak-anak memakan karet atau bersembunyi di taman bermain saat jam istirahat karena mereka tak mampu membeli makan siang.

Sebagaimana yang diberitakan, seorang anak di salah satu sekolah di Lewisham bahkan sampai berpura-pura makan makanan dari kotak bekal kosong karena tak mendapatkan makanan gratis dari sekolah. Ia juga disebut berpura-pura makan karena tak ingin teman-temannya tahu kalau di rumahnya tidak ada makanan.

Naomi Duncan, Kepala EKsekutif Chefs in Schools menuturkan, “Kami mendengar kasus anak-anak yang sangat lapar dan kemudian memakan karet di sekolah.

“Anak-anak yang datang juga tak makan apapun sejak menerima makan siang pada sehari sebelum. Pemerintah harus melakukan sesuatu,” lanjutnya.

“Ini sangat menyedihkan bagi koki kami. Mereka [para koki] secara aktif keluar dan menemukan anak-anak bersembunyi di taman bermain karena berpikir mereka bisa mendapatkan makanan, lalu kemudian [para koki] memberikan makanan ke anak-anak itu.”

4. Banyak Perempuan Jadi PSK

Banyak perempuan Inggris yang memilih menjadi pekerja seks demi bisa memenuhi biaya hidup mereka.

Juru bicara organisasi English Collective of Prostitutes, Niki Adams, menuturkan bahwa, “Harga biaya hidup kini memaksa perempuan melakukan pekerjaan seks dengan berbagai cara, entah di jalan ataupun secara virtual,” dari situs resmi lembaga itu.

“Apa yang kami lihat saat ini adalah orang-orang bekerja di sana karena putus asa.”

Selain itu, Evening Standard mengungkapkan jumlah permintaan bantuan dari English Collective of Prostitutes meningkat sepertiga kali pada musim panas ini.

English Collective of Prostitutes sendiri merupakan organisasi bawah tanah bagi pekerja seks komersial di Inggris. Organisasi ini memiliki jaringan bantuan dan pusat di berbagai kota Inggris, dan bertujuan memberikan pelajaran pada pekerja seks komersial untuk menjaga diri agar tetap aman.

Adams menilai tak hanya membuat sejumlah perempuan baru memilih bekerja seks, krisis juga menyebabkan masyarakat yang sudah lepas dari pekerjaan itu kembali lagi.

“Mereka didorong ke [sektor] tersebut karena entah mereka kehilangan pekerjaan ‘lurus’ mereka akibat Covid-19, atau itu tidak menutupi apa yang mereka butuhkan untuk hidup,” katanya.

Tak hanya Adams, CEO lembaga pendukung pekerja seks MASH, Annie Emery, mengakui lebih banyak perempuan menghubunginya untuk menjadi PSK demi bisa hidup dan mendapatkan tempat tinggal.

Emery menilai pandemi Covid-19 memang memperburuk kehidupan perempuan yang sudah berada dalam situasi sulit.

“Saat Covid-19 melanda, kami melihat kenaikan angka perempuan yang kehilangan pemasukan mereka hanya dalam waktu semalam, membutuhkan paket pangan darurat, yang diusir dari tempat tinggalnya, atau tak dapat melakukan isolasi,” ujar Emery.

(RI)

banner 336x280
Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *