LINTAS7NEWS – Mohammad Trijanto, aktivis anti-korupsi yang juga Ketua Ratu Adil, menceritakan pengalaman pahitnya saat dirinya menjadi korban kriminalisasi pada 2019, ketika ia diseret ke jalur hukum terkait dengan kasus surat KPK palsu. Trijanto yang saat itu mencalonkan diri untuk DPD RI Jawa Timur, mempublikasikan surat yang ia duga palsu yang beredar di kalangan pejabat Pemkab Blitar. Namun, tindakannya tersebut malah berujung pada laporan polisi yang membuatnya dijerat dengan Undang-Undang ITE.
Trijanto menegaskan bahwa ia tidak bermaksud menyebarkan kebohongan, melainkan hanya ingin memastikan apakah benar ada pejabat Pemkab Blitar yang sedang dipanggil oleh KPK. Meski telah berusaha untuk mengungkap kebenaran, ia malah dijadikan tersangka dan ditahan, sementara hingga kini, pelaku yang membuat surat KPK palsu tersebut belum juga ditemukan. Trijanto pun mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap identitas aktor yang bertanggung jawab atas surat palsu yang berpotensi merusak citra KPK dan Pemerintah Kabupaten Blitar.
baca juga : Mohammad Trijanto: Pemekaran Wilayah Blitar Selatan Ide Luar Biasa
“Kasus ini bukan hanya soal saya, tetapi soal bagaimana hukum bisa disalahgunakan untuk menekan orang yang berbeda pendapat. Sampai saat ini saya terus meminta polisi untuk menangkap pelaku pembuat surat palsu KPK tersebut,” ujar Trijanto.
Dalam konteks Pilkada Blitar 2024, Trijanto mengingatkan masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih pemimpin. Ia menilai bahwa ajang Pilkada kali ini sangat penting karena akan menentukan arah kebijakan dan gaya kepemimpinan Kabupaten Blitar ke depan. Pasangan calon yang akan bertarung dalam pilkada kali ini, yaitu Rijanto-Becky (nomor urut 01) dan Rini Syarifah-Abdul Ghoni (nomor urut 02), perlu dievaluasi secara objektif, mengingat keduanya memiliki rekam jejak sebagai pemimpin Blitar di masa lalu.
Namun, bagi Trijanto, yang paling penting adalah memilih pemimpin yang benar-benar menghargai kebebasan berpendapat dan prinsip-prinsip demokrasi. “Blitar butuh pemimpin yang tidak hanya memegang kekuasaan, tetapi juga mampu mengayomi rakyatnya dengan penuh rasa keadilan. Pemimpin yang bisa mendengarkan suara rakyat, bukan yang menggunakan kekuasaan untuk menindas,” tegasnya.
baca juga : Ajak Masyarakat Ikut Sukseskan Pilkada Tahun 2020
Trijanto menambahkan bahwa perbedaan pendapat adalah bagian dari demokrasi yang sehat. “Pilkada adalah momentum untuk memilih pemimpin yang paham betul bahwa demokrasi bukan sekadar kekuasaan, melainkan juga kebebasan berpendapat dan menghormati hak-hak setiap individu,” kata Trijanto, mengingatkan agar pemilih Blitar tidak jatuh ke dalam jebakan pemimpin yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan.
Pada akhirnya, Trijanto berharap Pilkada Blitar 2024 akan melahirkan pemimpin yang mampu menjaga demokrasi dengan baik, menjaga kebebasan berpendapat, serta menghindari penggunaan kekuasaan untuk membungkam perbedaan suara. “Pemimpin yang lahir nanti harus memahami bahwa demokrasi itu bukan hanya soal menang, tetapi bagaimana kita bisa menjalankan pemerintahan yang adil dan inklusif bagi semua,” pungkas Trijanto.**
(SD)