KPK panggil empat saksi kasus suap di PTDI

banner 468x60

Jakarta, 15/6 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Tahun 2007-2017.

Empat saksi diagendakan diperiksa untuk tersangka mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

banner 336x280

“Hari ini, diagendakan pemeriksaan terhadap empat orang saksi untuk tersangka IRZ terkait tindak pidana korupsi suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Tahun 2007-2017,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Empat saksi, yakni Deputi Bidang Politik Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rizky Ferianto, mantan Deputi Nasional Defence and Hightech Industries Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno, karyawan swasta Hamzah Baswani, dan Neny Sutaeni, seorang guru.

Selain Irzal, KPK pada Jumat (12/6) telah mengumumkan mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka.

Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.

“Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).

Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

“Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif,” ungkapnya.

Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

“Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar,” tuturnya.

Oleh karena itu, akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar. (ANT/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui