Saat Kemarau, 42 Persen Warga Blitar Selatan Andalkan Mata Air
(*)Gunawan Wibisono
BPS Kabupaten Blitar
“Ya Alloh berilah kami hujan yang merata, menyegarkan tubuh dan menyuburkan tanaman, bermanfaat, tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya dan tidak di tunda-tunda”(HR. Abu Daud).
Itu merupakan sepenggal doa meminta hujan yang sering dilantunkan beberapa waktu yang lalu. Berbagai cara manusia untuk mengharapkan segera turunnya hujan saat kemarau panjang datang menghampiri. Diantaranya secara islami dengan melakukan sholat Istiqo, ada pula dengan menempuh cara tradisional dan ritual khusus, seperti tiban dan lainnya. Berbagai ikhtiar telah dilakukan dengan munajat agar kekeringan dan kekurangan air segera berakhir, berganti dengan melimpahnya air dari langit yang membawa berkah untuk semua mahluk yang ada di bumi.
Dalam kehidupan sehari-hari dengan segala aktifitasnya, manusia tidak bisa hidup tanpa air. Mau hidup di belahan dunia manapun, manusia hidup pasti membutuhkan air. Mulai dari mengurus diri sendiri/pribadi, memasak, mencuci, menyiram tanaman ataupun kegiatan pertanian, semua menggunakan air. Air dalam senyawa kimia, merupakan gabungan dari hidrogen dan oksigen. Kedua unsur tersebut bertemu, terjadi reaksi kimia, sehingga terbentuklah senyawa kimia H2O yang lazim kita kenal sebagai air.
Dalam klasifikasi energi, air tergolong dalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui.planet kita terdiri dari 71% adalah air. Seakan mempunyai persediaan yang melimpah,meski digunakan terus menerus, tidak akan habis. Manusia tidak akan kekurangan. Padahal kalau kita cermati, National Geographic mencatat bahwa komposisi terdiri dari 97,50% adalah air asin. Sedangkan 2,5% yang terdiri dari lapisan es, gletser, salju. Baru kemudian air tanah yang sangat dibutuhkan manusia. Tentunya adalah air tanah yang berkualitas dan layak di konsumsi . Ketersediaan air dalam tanah tersebut dalam jumlah yang tetap, tidak akan cukup untuk kebutuhan manusia tanpa adanya sirkulasi. Dengan sirkulasi alami yang ideal, air dalam tanah akan tertampung, sebagian mengalir kembali menuju ke laut. Setelah itu, 97,5% air asin di laut akan menguap, menuju ke darat, terkondensasi dan terjadilah hujan. Hal ini merupakan anugerah dari Tuhan, sehingga manusia bisa terhindar dari kekeringan dan kekurangan air.
Saat musim kemarau tiba, permasalahan klasik kembali terjadi, banyak berita kekeringan yang kita dengar di berbagai media. Apalagi fenomena yang terjadi tahun ini, kemarau terasa sangat panjang, hujan belum juga mengguyur dengan intens sampai dengan hampir penghujung tahun. Hal yang membuat prihatin semua pihak, mengingat pentingnya air untuk tubuh manusia, apabila kekurangan, tentu bisa membawa dampak yang buruk bagi kesehatan. Sudah barang tentu, kecukupan air bersih untuk konsumsi menjadi kebutuhan utama.
Menurut data BPS Kabupaten Blitar dari hasil Survei Podes (Potensi Desa) lanjutan 2019, dari 22 Kecamatan, 28 kelurahan, 220 desa menggunakan berbagai sumber air minum untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dari seluruh jumlah keluarga, sebagian besar menggunakan air minum dari air ledeng/PDAM sebanyak 4,84%, menggunakan sumur bor/pompa 11,29%, menggunakan sumur sebanyak 58,47%, dan mata air 25,40%. Dari data tersebut sumber air minum terbanyak adalah sumur. Fenomena lain terjadi, dari enam kecamatan di wilayah Blitar selatan (Bakung, Wonotirto, Kademangan, Binangun, Wates, Panggungrejo) sebanyak 42,19% menggunakan sumber air minum dari mata air. Dari data survei podes tersebut, salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana kita menjaga kelestarian mata air. Karena sumber air ini biasanya membawa hajat hidup orang banyak, tidak hanya segelintir orang yang menggunakan.
Adanya mata air, membawa solusi bagi masyarakat sekitarnya. Pemerintah pun tidak tinggal diam, banyak program untuk membangun infrastruktur mata air ini kemudian disalurkan airnya pada masyarakat. Untuk menjaga keberadaannya, ditunjuk tim/kelompok pengelola dari swadaya masyarakat itu sendiri. Hal ini membuat optimisme masyarakat dan berbagai stakeholder yang ada, bahwa kebutuhan air bersih dan berkualitas akan terpenuhi dengan baik.
Tetapi bagaimana saat kemarau tiba, persediaan air dalam tanah semakin menipis, keadaan sulit air kembali terjadi. Dan akhirnya, mata air pun menjadi kering. Alih-alih untuk kegiatan pertanian, untuk memenuhi kebutuhan keluarga pun harus sangat menghemat dan sebisa mungkin menggunakan sedikit air. Fenomena yang banyak terjadi di kabupaten Blitar, khususnya di daerah Blitar selatan. Mengingat masyarakat banyak menggunakan mata air di sana untuk memenuhi kebutuhannya. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu, untuk memenuhi kebutuhan, banyak keluarga yang terpaksa membeli air. Dengan estimasi harga Rp. 45.000 s/d Rp. 50.000 per m3 hanya cukup digunakan paling lama selama seminggu dalam 1 keluarga. Bila hal ini terus berlanjut, tentu semakin memberatkan, memperbesar pengeluaran keluarga dan menambah angka kemiskinan yang ada. Beruntungnya, pihak pemerintah maupun swasta masih banyak yang peduli dengan memberikan bantuan air untuk meringankan beban mereka.
Menghadapi situasi tersebut, apalagi saat kemarau panjang datang menerpa, kita perlu memaksimalkan daya tampung air tanah, sehingga cadangan air akan cukup di saat kemarau. Tentunya hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kesadaran yang dibangun mulai dari individu, keluarga, sehingga bisa menjadi suatu gerakan bersama dalam masyarakat. Program penghijauan/penanaman pohon, menjadi hal yang pasti untuk terus digalakkan. Meskipun penghujan telah datang, kita jangan terlena, gerakan penghijauan jangan kita lupakan. Sebagaimana ungkapan mengatakan,”Siapa yang menanam, dia yang menuai hasilnya”. Kalau penghijauan terus digalakkan, suatu saat kita akan merasakan hasilnya, terlebih saat kemarau nanti.
Dengan penghijauan saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan pola hidup sehat dan berorientasi menjaga lingkungan harus menjadi habit/kebiasaan kita. Dimulai dari diri kita sendiri, pola hidup sehat dengan senantiasa menjaga kebersihan, membuang dan mengelola sampah, atau yang kini banyak digaungkan oleh masyarakat dunia, yakni mengurangi sampah plastik. Karena sampah ini tidak dapat diuraikan tanah dan berbahaya untuk lingkungan.
Perilaku secara individu dan keluarga dengan menggunakan air secukupnya merupakan langkah bijak yang patut dilakukan. Dengan menghemat, bukan berarti mengurangi penggunaan air, menggunakan seperlunya, tidak berfoya-foya dan berlebihan. Menggunakan air bekas memasak untuk menyiram tanaman, tidak lalai mematikan kran air, memakai air bekas mandi atau cuci di filterisasi, dapat digunakan untuk mencuci mobil/motor, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan contoh yang membuat kita semakin harmonis dengan alam dan lingkungan sekitar. Keseimbangan akan terjadi, dan air dalam tanah akan semakin terjaga dan lestari.
Apabila kita menghargai alam, tentu alam juga akan menghargai kita. Alam akan menjadi kawan, dan bukan lawan. Bila kita bersahabat, alam akan memberikan segala kemanfaatannya untuk kita, termasuk air tanah yang cukup untuk kehidupan manusia. Akhirnya, marilah kita lakukan bersama, bukan untuk kita saja, tetapi juga untuk anak cucu dan generasi mendatang.*