Epidemiolog Minta Negara Jamin Efikasi 90 Persen Terkait Vaksin Gratis

Jakarta – Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mendorong pemerintah tetap memilih kandidat vaksin virus corona (Covid-19) yang memiliki tingkat efikasi atau kemanjuran di atas 90 persen dalam program vaksinasi yang telah dicanangkan gratis oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Dilansir dari CNNIndonesia.com Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mendorong pemerintah tetap memilih kandidat vaksin virus corona (Covid-19) yang memiliki tingkat efikasi atau kemanjuran di atas 90 persen dalam program vaksinasi yang telah dicanangkan gratis oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

“Kita harus mengusahakan efektivitas, efikasi, vaksin Covid-19 harus memadai ya atau mendekati optimal, yaitu 90 sampai 100 persen. Oleh sebab itu, negara harus mulai negosiasi dengan produsen vaksin di negara lain mulai saat ini,” kata Dicky, Kamis (17/12).

Dalam program vaksinasi, menurut Dicky pemerintah Indonesia masih memiliki segudang pekerjaan rumah usai memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19. Ia pun mendorong agar peta jalan (roadmap) vaksinasi dibuat sedetail mungkin agar tidak terjadi kesalahan di tengah program vaksinasi pemerintah.

Dicky pun meminta agar pemerintah menyiapkan skema tahunan vaksin dengan target yang proporsional. Sebab, setiap vaksin memiliki daya antibodi yang berbeda, peneliti menyebutkan daya tahan vaksin di tubuh bertahan di kisaran 6-24 bulan. Oleh sebab itu, bila pemerintah tidak menyiapkan skema vaksinasi dengan serius, maka target herd immunity bisa terhambat.

“Jadi harus membuat mapping, ya berarti misalnya dimulai April 2021 ya diupayakan vaksinasi selesai pada April 2022,” kata dia mencontohkan.

Lebih lanjut, Dicky pun menjelaskan bahwa herd immunity hanya bakal tercapai bila tiga aspek terpenuhi, yakni terjaminnya efikasi dan keamanan vaksin, angka reproduksi yang ditekan seminimal mungkin, dan program vaksinasi yang dilakukan menyeluruh hampir 100 persen.

Namun yang terpenting saat ini dan berpotensi menjadi hambatan vaksinasi menurut Dicky adalah logistik. Sebab, seluruh negara di belahan dunia tengah berlomba mendapatkan vaksin covid-19, sehingga bila Indonesia tidak ‘gercep’ maka skema vaksinasi bisa tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan pemerintah dan warga.

“Saat ini logistik yang harus diantisipasi mulai sekarang ya, karena ini bisa menjadi hambatan besar nantinya,” kata Dicky.

Dicky pun mengimbau agar pemerintah mulai membuat kebijakan yang berbeda terkait vaksinasi ini yakni penyusunan yang dimulai dari bawah, bukan atas. Ia mengatakan hal itu berkaca pada kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pusat Indonesia selama penanganan pandemi ini. Menurutnya, pengambilan keputusan kerap dilatarbelakangi data dan penelaahan situasi dari orang di pusat.

Ia pun mencontohkan, ketika pemerintah ingin membuat cakupan data masyarakat, maka harus dimulai dari pencarian lini terbawah sedetail mungkin. Dalam hal ini Dicky meminta pemerintah untuk memprioritaskan vaksinasi dan cakupan warga mulai dari lingkup Puskesmas.

“Seharusnya tidak boleh top-down ya, harus benar-benar kebijakannya bottom-up,” pungkas Dicky.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya menyepakati untuk melaksanakan vaksinasi corona secara gratis. Keputusan itu ia sampaikan pada Rabu (16/12) kemarin itu mengakhiri polemik mengenai skema vaksinasi berbayar alias mandiri.

“Gratis tidak dikenakan biaya sama sekali. Untuk itu saya instruksikan kepada seluruh kabinet, kementerian/lembaga, pemda untuk prioritaskan program vaksinasi tahun anggaran 2021,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 16 Desember 2020.

Skema mandiri tersebut sebelumnya sudah diatur dalam Kepmenkes HK.01.07/ Menkes/9860/2020 yang diteken Menteri Kesehatan Agus Terawan Putranto pada 3 Desember lalu.

Selain menetapkan dua skema vaksinasi Covid-19, di mana yang gratis dikelola Kemenkes sementara yang mandiri alias berbayar dikelola Kementerian BUMN. Kepmenkes itu juga menetapkan enam jenis vaksin Covid-19 yang dapat digunakan dalam proses vaksinasi di Indonesia. Keenam vaksin tersebut diproduksi oleh Bio Farma, Astra Zeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer Inc and BioNtech, dan Sinovac Biotech.

Sebagai informasi, dalam Perpres 99/2020 yang diteken Jokowi pada 5 Oktober 2020 ditegaskan pada pasal 13 bahwa pelaksana vaksinasi Covid-19 adalah Kemenkes, kemudian dalam pelaksanaannya yakni pada pasal 14 kementerian itu dapat bekerja sama dengan sektor lain untuk dukungan dalam pemberian vaksin.

Dukungan itu yakni penyediaan tenaga kesehatan, tempat vaksinasi, logistik/transportas, gudang dan alat penyimpan vaksin, keamanan, sosialisasi, serta penggerakan masyarakat.

Sementara untuk pengadaan vaksin, Jokowi menugaskan Menteri BUMN dengan memerhatikan sejumlah kriteria dan penetapan dari menteri kesehatan.

(CNN/ZA)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.