Silaturahmi Forkopimda Dengan IPSI dan Perguruan Silat Se-Blitar Raya

BLITAR – Forkopimda Blitar mengelar silaturahmi dengan Ipsi (ikatan pencak silat Indonesia) dan perguruan silat se Blitar raya dalam rangka peningkatan sinergitas menjaga sitkamtibmas yang kondusif di Blitar Raya bertempat di Pendopo Sasana Adi Praja Kantor Pemkab Blitar, Kecamatan Kanigoro, Senin (15/3/2021)

Silaturahmi ini di laksanakan untuk mengevaluasi dari beberapa peristiwa konflik yang di lakukan anggota perguruan pencak silat yang terjadi di wilayah Blitar dan juga wilayah wilayah lain, agar mendapatkan solusi dari permasalahan sosial yang kerap terjadi di wilayah Blitar Raya.

Generasi muda adalah adik adik kita dan harus kita arahkan jangan sampai terjadi sebuah dendam dalam hati kita karena itu tidak mencerminkan jiwa kesatria. Kalau kita membaca dari hati nurani masing masing saya yakin ada solusi meskipun itu kita harus bekerja keras, namun demi kebaikan kedepan.

Dalam kesempatan tersebut Kapolres Blitar AKBP Leonard M Sinambela mengatakan persoalan keberadaan Pencak silat dari prospektif Polri merupakan ancaman, harusnya rekan rakan di organisasi menjadi peluang dalam pembangunan dan kemajuan. Namun saat ini masih menjadi hambatan.

“Ada 3 pemetaan persilatan antara lain masalah Internal seperti PSHT, yang kedua permasalahan antar pencak silat, jika saling bertemu selalu jadi pertengkaran sehingga ada korban, yang ketiga antara Perguruan Pencak silat dengan warga, seperti halnya kejadian di Wlingi yang terjadi sebuah permasalahan antara IKSP dengan warga,” tuturnya.

Dengan kita bertemu ini dapat mengalihkan dan mengelahkan organisasi pencak silat menjadi sesuatu yang posistif dalam pembangunan. Pemberitaan di medsos menjadikan semakin ricuh karena belum tentu kebenarannya, akhirnya berpotensi adanya tindak pidana baru melalui UU ITE karena adanya profokasi atau ujaran kebencian.

” Kami memberikan rekomendasi dalam penyelesaian masalah internal tujukanya adalah peraturan perundang-undangan, jangan dibawa dalam ranah melawan hukum, yang kedua adanya pengawasan dari internal dan pemerintah daerah, kami lihat mekanisme ini belum tampak yang seharusnya sudah ada pada AD-ART masing dan juga Pemda sesuai UU melakukan pengawasan dan sanksi pada pelanggaran dan yang ketiga komitmen hukum terhadap anggota yang melakukan pelanggaran, karena setiap organisasi harus ada sanksi bagi anggota yg melanggar,” kata Leonard.

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.