Pemeriksan 3 Pejabat Perusahaan Pengoperasian Satelit Kemenhan

Lintas7News.com – Kejaksaan Agung memeriksa tiga pejabat di perusahaan swasta terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada periode 2015 hingga 2021 pada Senin (17/1).

Perusahaan dimaksud ialah PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang merupakan pemegang hak pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk pengoperasian satelit.

“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mulai melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi yang terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (18/1).

Tiga orang yang diperiksa ialah Senior Account Manager PTD DNK berinisial PY; lalu Promotion Manager PT DNK berinisial RACS; dan terakhir General Manager PT DNK berinisial AK.

Ketiga orang tersebut, kata Leonard, didalami keterlibatannya dalam proses pengadaan satelit yang kini diduga melanggar hukum.

“Bahwa PT DNK sendiri merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu,” jelasnya.

Leonard menerangkan bahwa penyidik memerlukan keterangan para saksi tersebut untuk mendalami fakta-fakta hukum terkait peristiwa pidana kasus tersebut.

Diketahui, saat ini Kejagung telah menaikan status penanganan perkara tersebut menjadi penyidikan. Artinya, ditemukan dugaan pelanggaran pidana dalam peristiwa tersebut. Namun demikian, belum ada tersangka yang dijerat oleh Kejagung.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Satelit,” tandasnya.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Satelit,” tandasnya.

Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.

Indonesia kemudian digugat ke Pengadilan Arbitrase untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah. Pertama, negara digugat ganti rugi sebesar Rp515 miliar pada 2019 oleh Avianti. Kemudian, 2021 negara kembali digugat USD21 juta oleh Navayo.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa pembayaran ganti rugi tersebut berpotensi merugikan keuangan negara. Kementerian, diduga melakukan proses pengadaan dengan melanggar hukum.

Dimana, kata dia, Kementerian Pertahanan belum memiliki anggaran untuk mengadakan proyek satelit itu. Namun, persetujuan keburu diteken sehingga proses penyewaan bermasalah.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.