Siasat Lili Undur Diri dari KPK demi Hindari Sidang Etik

Lintas7news.com – Lili Pintauli Siregar memilih mundur dari jabatan sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik tengah menantinya di depan mata. Langkah ini dinilai hanya siasat Lili demi menghindari putusan dari Dewan Pengawas KPK.

Pengunduran diri itu diajukan Lili ke Presiden Joko Widodo sejak 30 Juni 2022. Presiden pun menerbitkan surat keputusan presiden (keppres) yang berisi pemberhentian Lili sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2023.

Dengan adanya keppres tersebut, Dewas KPK memutuskan tidak melanjutkan kasus dugaan pelanggaran kode etik Lili pada Senin (11/7). Sidang kasus dinyatakan gugur karena Lili sudah bukan lagi bagian dari KPK.

“Dewan Pengawas KPK menyatakan sidang etik gugur dan tidak melanjutkan penyelenggaraan sidang etik tersebut,” kata Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Pusat Edukasi Korupsi KPK, Jakarta.

Adapun sidang etik itu terkait dengan laporan yang menyebutkan Lili menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, pada Maret 2022, dari PT Pertamina (Persero).

Lili sedianya dijadwalkan mengikuti sidang perdana pada 5 Juli. Namun, Lili mangkir dari panggilan Dewas di tanggal itu.

Alasannya, ia sedang menjalankan tugas dalam pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 di Nusa Dua, Bali.

Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menilai surat pengunduran diri Lili merupakan siasat untuk menghindari putusan pelanggaran kode etik oleh Dewas KPK.

“Ini untuk menghindari putusan kode etik yang diperkirakan sudah jelas memberikan putusan bersalah pada pihak di sidang ini,” kata Zaenur, Selasa (12/7).

Zaenur menilai Lili sudah bisa menduga kesimpulan akhir dari sidang kode etik tersebut. Karena itu, Lili langsung membawa surat pengunduran dirinya di hadapan sidang Dewas KPK agar bisa keluar dari jerat pelanggaran etik.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Menurut Zaenur, dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili sudah sangat kuat. Terlebih lagi, Dewas KPK sudah melakukan pemeriksaan pendahuluan sebelum sidang berlangsung.

“Sehingga terang benderang ada dugaan pelanggaran kode etik dan tidak pidana gratifikasi. Sekarang kalau sudah undur diri ya, LPS tak berstatus pimpinan KPK. Hak dan kewajibannya tak ada lagi sebagai pimpinan KPK,” ucapnya.

Zaenur melihat kasus dugaan pelanggaran etik Lili sama seperti persoalan etik yang menjerat Firli ketika masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2019.

Kala itu, persoalan etik yang menerpa Firli otomatis dinyatakan berakhir oleh pimpinan KPK. Hal ini disebabkan Firli telah ditarik kembali oleh institusi asal, yaitu Polri untuk mendapatkan promosi jabatan sebagai Kapolda Sumsel.

Ia pun menyayangkan Dewas KPK tak mengambil langkah cepat mengusut tuntas kasus Lili sebelum undur diri.

“Ini juga menjadi concern tersendiri betapa kecepatan dalam memproses pelanggaran kode etik ini. Ini di Dewas saya sayangkan tak cepat ambil langkah pemeriksaan dulu, sehingga Lili undur diri. Kesimpulan Dewas penting,” kata Zaenur.

Masih Bisa Diproses Pidana

Zaenur menilai kasus dugaan penerimaan gratifikasi Lili seharusnya dapat ditindaklanjuti sebagai dugaan tindak pidana meski sudah undur diri. Namun, ia tak yakin KPK mau menindaklanjuti kasus tersebut.

“Kalau berkaca pada kasus pelanggaran etik pihak yang berperkara, Dewas enggan melaporkan kepada pihak penegak hukum. Saya ragu ini akan ditangani secara hukum. Saya tak optimis itu bisa diproses oleh KPK dan kepolisian,” katanya.

Senada dengan Zaenur, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai mundurnya Lili dari KPK tak berarti kasus dugaan pelanggaran etik itu telah selesai. Ia menilai kasus itu bisa diproses secara pidana.

“Dengan dia mundur tak hilangkan perbuatannya yang pernah dilakukan oleh dia. Kalau mundur tapi dugaan adanya pidana memenuhi, itu tetap bisa diproses pidananya,” kata Fickar.

Fickar berpendapat bahan dan materi informasi yang dimiliki KPK dan Dewas KPK sebetulnya sudah cukup untuk memproses secara hukum pidana.

Ia pun menilai Lili sengaja mundur karena tak mau dipecat oleh Dewas. Menurut Fickar, pengunduran diri itu menunjukkan bahwa Lili sendiri merasa tidak pantas berada di KPK.

“Ada ketakutan dari dia lebih baik mundur ketimbang diberhentikan oleh Dewas. Karena itu dia mundur lebih dulu. Dan mundurnya saat dia [bersidang] di Dewas. Itu pengakuan dia tak pantas ada di KPK,” ujarnya.

Lili sendiri sebelumnya sudah pernah terbukti melakukan pelanggaran etik.

Pada Agustus 2021, Lili terbukti melanggar etik karena menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.

Dia juga berhubungan langsung dengan eks Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK. Atas pelanggaran itu, Lili dikenakan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.