Menilik Jalan Mendut Nomor 49

banner 468x60

Lintas7news — mencari Jalan Mendut Nomor 49 tidak susah. Lokasinya dekat makam Bung Karno. Semua orang tahu jalan yang dimaksud. Polisi paling tahu. Itu markasnya para aktivis. Markas yang biasa jadi langganan polisi untuk menyanggong.

Tanya ke orang nama Trijanto. Semua pada tahu. Di situ itu markasnya.

banner 336x280

Di depan markas ada tiga plang bertuliskan Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK). Ini gerakan yang tugasnya mengkritik korupsi di pemerintahan.

Lalu ada tulisan Rakyat Tuntut Amanah Keadilan (Ratu Adil). Misinya mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah pro rakyat. Misalnya soal pemanfaatan kawasan hutan dengan metode perhutanan sosial.

Kata Trijanto, pengurus Ratu Adil jumlahnya 300 orang dan tersebar di wilayah Mataraman. Ratu Adil dibentuk tahun 2006 Pendukungnya kini sudah mencapai ratusan ribu.

Kemudian Front Mahasiswa Revolusioner(FMR). Nah, yang satu ini menitikberatkan pada pemikiran-pemikiran mahasiswa. Setiap mahasiswa yang mau belajar pergerakan bisa datang ke situ.

Sebenarnya kata Trijanto, Ratu Adil ini “mbahnya” dari beberapa sel kerja yang sudah disebut tadi. Selain KRPK dan FMR, Trijanto juga membentuk Front Perjuangan Petani Mataraman (FPPM) dan Gerakan Anak Jalanan (Ganja).

Cuma karena yang sering demo KRPK, nama KRPK lebih moncer di telinga orang-orang.

Dan memang di situ tempat berkumpulnya orang-orang. Bahkan baru bulan kemarin ribuan orang berkumpul di Jalan Mendut.

Untuk apa? Demo.

Meski lokasi sangat besar, namun tetap tidak bisa menampung ribuan orang. Mereka datang dari segala penjuru. Mereka datang untuk menyampaikan aspirasinya soal mafia tanah.

“Banyak yang datang. Dari mana saja. Ngumpulnya di sini. Tempatnya sampai nggak cukup,” cerita Trijanto.

Trijanto bukan orang baru di pergerakan. Dia orang lama. Sejak masih kuliah, Trijanto sudah bergerak. Sejak itu passionnya di pergerakan. Dia bisa mengumpulkan massa hingga ratusan ribu.

Massanya mulai dari petani, nelayan, hingga buruh.

Mengumpulkan ribuan orang tentu tidak mudah. Apalagi yang dikumpulkan tidak mendapat sepeser pun uang. Mereka bukan massa bayaran. Bukan seperti buzzeRp yang kerja asalkan ada cuan.

Bukan itu. Mereka murni massa yang tergerak hatinya saat melihat ketidakadilan di negeri ini.

Untuk bisa begitu, Trijanto butuh banyak waktu. Tenaga dan pikiran dicurahkan ke sana. Apalagi sampai bisa menggerakkan ribuan orang yang hati dan pikirannya bisa menyatu seperti itu.

Bertahun-tahun membangunnya.

Kadang di sekali waktu Trijanto menyambangi orang-orang tersebut. Mirip anggota dewan mendatangi konstituen.

Satu persatu aspirasinya ditampung. Dikumpulkan. Diendapkan. Dirapatkan. Dianalisa. Besoknya baru demo.

Jika Trijanto sudah turun ke jalan, semua pihak dibuat ketar-ketir.

Yang menarik, tanpa demo sekalipun, Trijanto bisa mengumpulkan puluhan ribu massa. Itu terjadi saat dia baru bebas dari Lapas Klas II B Blitar.

Sepanjang jalan dipenuhi ribuan orang. Mengelu-elukan Trijanto.

Bayangkan, seorang napi bebas malah disambut ribuan orang.

Trijanto dulu dipenjara gara-gara surat palsu KPK. Surat itu diunggah di laman Facebook. Beritanya heboh. Trijanto dikenakan pasal karet ITE. Ada kesan dia dikriminalisasi.

Oleh siapa? Oleh orang-orang yang berkepentingan dengan pembuatan surat palsu itu. Sebab sampai detik ini pembuat surat palsu belum tertangkap.

Dulu, Trijanto dan massanya kalau demo terbilang garang. Setiap pagar yang didemo digedor-gedor bahkan mau dirobohkan. Yang menjaga pagar dibuat ketakutan setengah mati.

Tapi itu dulu. Sekarang, sejak anaknya Bintang Revolusi masuk Akmil, pergerakan Trijanto melandai.

“Kata Bintang, ‘yo ayah sing rodok intelektual-lah. Wis tuwek (sudah tua)’,” kata Trijanto menirukan kata-kata anaknya.  

Bukan berarti gerakan Trijanto surut.

“Yang namanya pergerakan tetap bergerak. Revolusi. Cuma itu tadi, harus intelektual.”

Revolusi, istilah ini menjadi titik balik dari semua pergerakan Trijanto. Dalam hidup manusia harus ber-revolusi. Harus melakukan perubahan. Perubahan seperti apa? Perubahan mendasar. Perubahan untuk mencipta dan mengkarya demi kebaikan bersama.

Semua orang harus berani melakukan perubahan. Petani, nelayan, hingga buruh, harus berani bersuara untuk perubahan. Jangan diam saat melihat kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Itu sama saja membiarkan diri ditindas. Itu misinya.

Maka, tak heran semua anak-anaknya dinamakan sesuai passion bapaknya. Bintang Revolusi Dijagad, Galang Revolusi Dijagad, Dewa Revolusi Dijagad, dan Bara Revolusi Dijagad. Unik memang.

(RMOL/RI)

banner 336x280
Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *