Lintas7news – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melaporkan temuan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada bahan pelarut obat cair.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengatakan bahwa hasil uji beberapa sampel bahan baku propilen glikol terdeteksi mengandung cemaran melebihi ambang batas, yakni sebesar 91 persen dimana ambang batas aman pada angka 0,1 persen saja.
Diketahui sampel yang diuji merupakan sampel dari CV Samudera Chemical selaku supplier sekaligus distributor kimia (DK) biasa yang dipakai industri farmasi PT Yarindo Farmatama. Pedagang Besar Farmasi (PBF) sudah seharusnya menggunakan bahan pelarut dari distributor khusus yang bahannya sesuai dengan pharmaceutical grade.
“Yang pasti ada kelalaian karena ada ketentuan-ketentuan dan cara distribusi obat yang baik itu bagaimana sebuah PBF itu harus apabila mendapatkan suplai dari distributor tertentu dia harus melakukan pemastian dikaitkan dengan mutu. Harus memastikan bahwa produsen atau pun distributor itu memang memenuhi ketentuan cara distribusi obat yang baik,” ungkap Penny dalam konferensi pers di gudang CV Samudra Chemical (9/11).
Oplosan Biar Murah
Dalam penelusurannya di gudang CV Samudra Chemical, BPOM RI menemukan drum wadah pelarut obat cair dengan tulisan ‘propilen glikol’, yakni bahan pelarut yang memang boleh digunakan asal cemaran EG dan DEG nya hanya 0,1 persen.
Dikutip detikhealt, Penny mengungkap dirinya melihat ada yang mengoplos di drum. Lalu diberi label bertuliskan propilen glikol. Dirinya menduga adanya proses pemalsuan.
“Yang jelas, pasti murah EG dan DEG karena kategorinya bukan pharmaceutical grade. Kalau pharmaceutical grade mahal, mungkin perbandingannya 5 sampai 10 kali. Ini EG dan DEG, artinya adalah tidak pure,” jelas Penny.
Selain PT Yarindo Farmatama, terdapat 4 industri obat yang telah dicabut izin edar produk obat cairnya imbas cemaran EG dan DEG yakni PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.
(oas)