Koordinasi Risma-KPK Terkait Bansos Temukan Jutaan Data Penerima Tak Padan

Hukum dan Kriminal1036 Dilihat
banner 468x60

Jakarta – Menteri Sosial RI Tri Rismaharini alias Risma menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (11/1), untuk membahas pengelolaan bantuan sosial (bansos) di masa pandemi Covid-19.

Dilansir dari CNNIndonesia.com Plt. Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding mengatakan “KPK menerima kehadiran Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk melakukan koordinasi terkait surat rekomendasi KPK tanggal 3 Desember 2020 tentang penyampaian hasil kajian pengelolaan bansos,”.

banner 336x280

Ipi menuturkan pertemuan itu dihadiri oleh Komisioner KPK yakni Alexander Marwata, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron, serta Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan dan jajarannya.

Ipi mengungkapkan KPK masih menemukan sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan bansos, di antaranya terkait akurasi data penerima bantuan yang meliputi kualitas data penerima, transparansi data, maupun pemutakhiran data.

Terkait data penerima bantuan, terang Ipi, KPK menemukan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak padan dengan data NIK dan tidak diperbaharui sesuai data kependudukan.

“Hasil pemadanan DTKS dengan data NIK pada Ditjen Dukcapil pada Juni 2020 masih ada sekitar 16 juta yang tidak padan dengan NIK,” ungkap Ipi.

Selain itu, Ipi berujar data penerima bantuan reguler seperti program keluarga harapan, bantuan pangan non-tunai (BPNT), dan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan tidak merujuk pada DTKS.

Hal itu disebabkan oleh proses pengumpulan data yang tidak didesain berbasis NIK sejak awal.

“Berdasarkan pemadanan yang dilakukan di internal Kemensos, masih ditemukan data ganda pada penerima bantuan sembako/BPNT,” lanjut dia.

Untuk mengatasi permasalah tersebut, Ipi mengungkapkan pihaknya mendorong agar menjadikan NIK dan DTKS sebagai persyaratan penyaluran bansos.

Lebih lanjut, sebut Ipi, KPK juga merekomendasikan Kementerian Sosial agar memperbaiki akurasi DTKS, melakukan perbaikan tata kelola data, termasuk mengintegrasikan seluruh data penerima bansos di masa pandemi dalam satu basis data.

Diketahui, pemerintah mengucurkan dana Rp13,93 triliun untuk membiayai bansos sepanjang Januari 2021. Dana tersebut akan mengalir lewat tiga jenis bansos yakni program keluarga harapan, kartu sembako, dan bantuan sosial tunai.

Sedangkan total alokasi anggaran untuk tiga jenis bansos tersebut sepanjang 2021 ini mencapai Rp85,82 triliun.

Lembaga antirasuah sebelumnya menjerat Juliari Peter Batubara sebagai tersangka kasus dugaan rasuah terkait bansos di wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Juliari lantas mengundurkan diri sebagai menteri sosial untuk fokus menjalani proses hukumnya tersebut.

Terkait kasus ini, tim penyidik KPK kembali menggeledah perusahaan penyedia bansos untuk penanganan pandemi Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020.

Upaya paksa ini dilakukan terkait penyidikan perkara yang menjerat eks Menteri Sosial RI, Juliari Peter Batubara dkk.

“Tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di 2 lokasi,” kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (11/1).

Ali mengatakan dua perusahaan yang digeledah yaitu PT Mesail Cahaya Berkat yang berada di Soho Capital SC-3209 Podomoro City, Jalan Letjen S. Parman dan PT Junatama Foodia di Metropolitan Tower, TB Simatupang.

“Hingga saat ini, kegiatan penggeledahan masih berlangsung,” ucap Ali.

Juru bicara berlatar belakang jaksa ini enggan menyampaikan lebih jauh keterlibatan dua perusahaan tersebut dalam kasus yang menjerat Juliari. Sebab, ia menyatakan hingga saat ini proses penyidikan masih terus berjalan.

Penggeledahan ini menambah daftar perusahaan yang diduga terlibat dalam pusaran kasus bansos. Sebelumnya, tim KPK sudah lebih dulu menggeledah PT Anomali dan PT Famindo Meta Komunika yang berada di lantai 17 dan 20 Gedung Patra Jasa, Jakarta Selatan.

Di sana, KPK mengamankan berbagai dokumen terkait kontrak dan penyediaan sembako yang didistribusikan di wilayah Jabodetabek.

“Dokumen dan barang bukti lain dianalisa dan selanjutnya dilakukan permohonan penyitaan ke Dewas KPK,” imbuh Ali.

Juliari ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima Rp17 miliar dari dua paket pelaksanaan bansos berupa sembako untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020.

(CNN/ZA)

banner 336x280
Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *